PERPAJAKAN
Tugas Mandiri
Perpajakan
Disusun oleh :
Nama : Jenni
NPM : 150810015
Dosen
Pembimbing : Viola Syukrina E Jansrol, S.E., M.M.
Kode Kelas
: 171- MN016 - M1
Fakultas Ekonomi
Universitas Putera
Batam
2017
Daftar Isi
Daftar Isi………………………………...………………………………………..ii
BAB 1 Asal Usul
Pajak…………………………………………………………..1
1.1. Definisi Pajak…………………………………………………………………1
1.2. Ciri-Ciri Perpajakan di Indonesia……………………………………………..4
1.3. Iuran, Pajak, Sumbangan dan Retribusi……………….….…………………..5
BAB 2 Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan…………………………7
2.1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak……………………………………………..7
2.2. Wewenang dan Kewajiban Fiskus…………………………………………..14
2.3. Ketentuan dan Tata Cara perpajakan………………………………………..17
2.4. Sanksi Administrasi dan Pidana Perpajakan………………………………...33
BAB 3 Pajak
Penghasilan………………………………………………………45
3.1. Subjek Pajak…………………………………………………………………45
3.2. Objek Pajak...………………………………………………………………..52
3.3. Beban-Beban………………………………………………………………...56
3.4. Metode Penyusutan………………………………………………………….57
3.5. Tarif PPh…………………………………………………………………….66
BAB 4 Pajak
Penghasilan Bulanan Tetap / Tidak Tetap……………………68
4.1. Penghasilan Bruto…………………………………………………………...68
4.2. Pengurang Atas Penghasilan Bruto………………………………………….68
4.3. PTKP………………………………………………………………………...71
4.4. Tarif Pajak…………………………………………………………………...71
4.5. Besarnya Pajak Terutang…………………………………………………….72
BAB 5 Pajak
Penghasilan Pasal 21 Mingguan atau Harian ………………...73
5.1.Penghasilan Bruto……………………………………………………………73
5.2. Pengurang atas penghasilan bruto……………………………………….…..73
5.3. PTKP………………………………………………………………………...74
5.4. Tarif Pajak……………………………………………………………….…..74
5.5. Besarnya Pajak Terutang…………………………………………………….75
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..76
Pengantar Perpajakan
1.1 Definisi
Pajak
Menurut
Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara ( yang
dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum ( undang – undang ) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa
timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut : pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.
Menurut
Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel ., & Brock Horace R, pajak adalah
suatu pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yng
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional,
agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan.
Pengertian
pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 ketentuan tentang perubahan ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak
dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari kepada
sector public. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan
dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua,
bertambahnya kemampuan keuangan negara dalan penyediaan barang dan jasa public
yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara
pemahaman pajak dari perpektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan
yang timbul karena adanya undang-undang
yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut
harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik
bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis
( pajak sebagai pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintahan )
atau pengertian secara yuridis ( pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan )
dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain sebagai berikut :
1. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaanya.
2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adalah alih dana
( sumber daya ) dari sector swasta ( wajib pajak membayar pajak ) ke sector
negara ( pemungut pajak / administrator pajak ).
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan
pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik
rutin maupun pembangunan.
4. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (
kontrapretasi ) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang
dilakukan oleh para wajib pajak.
5. Selain fungsi budgeter ( anggaran ) yaitu fungsi
mengisi Kas Negara / Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan social ( fungsi
mengatur / regulative ).
Fungsi Pajak
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khusunya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Fungsi Penerima ( Budgetair )
Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari
masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bsgi pembiayaan pengeluaran –
pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan tugas – tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh
dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak dapat digunakan untuk pembiayaan rutin
seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan
dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke
tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat dan ini terutama diharapkan dari sector pajak.
2. Fungsi Mengatur ( Regulerend )
Pajak
berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan ditengah masyarakat
dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering
menjadi tujuan pokok dari system pajak, paling tidak dalam system perpajakan
yang benar tidak terjadi pertentangan dengan kebijksanaan Negara dalam bidang
ekonomi dan social. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang
keuangan, terutama banyak ditujukan terhadap sector swasta. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negerti,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk
luar negeri. (Sumarsan, Thomas,
SE., 2013)
3. Fungsi Stabilitas
Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal
ini busa dilakukan, antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, serta penggunaaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak
yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.(Prasetyono, 2012)
1.2 Ciri – Ciri
Perpajakan di Indonesia
Adapun ciri dan corak perpajakan di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1)
Pemungutan
pajak merupakan perwujudan, pengabdian
dan peran serta wajib pajak untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
2)
Tanggung jawab
mengenai penuanaian kewajiban pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak
itu sendiri.
3)
Wajib pajak
diberi kepercayaan penuh untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional
melalui system menghitung dan menyetor sendiri pajak yang terutang ( self
assessment ).
Disamping
perubahan system dan mekanismenya, juga terdapat perubahan di dalam pengertian
subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan sebagainya, yang tujuannya untuk
menwujudkan pemerataan pengenaan pajak,
keadilan pembebanan, kesederhanaan dan kepastian hukumnya serta menutup
kemungkinan adanya penyelundupan pajak.
Dengan
adanya undang-undang perpajakan yang sekarang ini, diharapkan juga para wajib
pajak akan mempunyai kedudukan sebagai warga negara yang terhormat karena
kepercayaan yang diperolehnya untuk menghitung pajaknya sendiri. Hal tersebut
akan menambah harga diri dan kebanggaan sebagai warga negara yang berperan
aktif dalam pembangunan nasional.
1.3 Iuran,
Pajak, Sumbangan dan Retribusi
Menurut Safri Nurmantu ( 2003 ) beberapa unsur pajak
adalah sebagai berikut :
1. Iuran atau Pungutan
Dilihat
dari segi arah dana pajak, jika arah datangnya pajak berasal dari WP, maka
pajak disebut iuran sedangkan jira arah datangnya kegiatan untuk menwujudkan
pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak itu disebut sebagai
pungutan.
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang – Undang
Salah
satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa pemungutannya harus
berdasarkan Undang – Undang. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya pajak
adalah beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak, sedangkan dalam perumusan
macam, jenis dan berat ringannya tarif pajak itu, rakyat harus ikut serta
menentukan dan menyetujuinya, melalui wakil – wakil di parlemen atau Dewan
Perwakilan Rakyat ( DPR ).
3. Pajak dapat dipaksakan
Fiskus
mendapat wewenang dari Undang – Undang untuk memaksa WP supaya mematuhi
kewajiban perpajakannya. Wewenang tersebut dapat dilihat dengan adanya
ketentuan sanksi – sanksi administrative maupun sanksi pidana fiskal dalam
undang – undang perpajakan, khususnya dalam UU KUP.
4. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi
Ciri
khas utama pajak adalah WP ( Tax payer ) yang membayar pajak tidak menerima
atau memperoleh jasa timbal atau kontraprestasi dari pemerintah. Misalnya jika
WP membayar pajak penghasilan (PPh), maka fiskus ( otoritas pajak ) dan
pemerintah tidak akan memberikan apapun kepadanya sebagai jasa timbal. System
PPh di Indonesia berdasarkan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008 yang merupakan
perubahan keempat atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan ( UU PPh ) sama sekali tidak mengenal adanya kontraprestasi. Tetapi
jikalau WP membayar bea materai terhadap tanda terima uang atau kuitansi, maka
disini akan terlihat adanya kontraprestasi dimana pihak yang menyimpan kuitansi
dapat menggunakan kuitansi tersebut sebagai alat bukti.
5. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
Pajak
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dalam menjalankan
pemerintahan. Dana yang diterima dari pemungutan pajak dalam pengertian
definisi diatas tidak pernah ditujukan untuk sesuatu pengeluaran khusus.
Namun
demikian, dalam praktek, banyak dijumpai “ pajak” yang hasilnya untuk keperluan
khusus, misalnya hydrocarbon tax di
Negara Eropa, adalah pungutan yang hasil pemungutannya ditujukan khusus untuk
mencegah dan atau menanggulangi polusi akibat pencemaran udara oleh hydrocarbon
yang berasal dari pemakaian minyak bumi. Contoh lain adalah motor vehicle tax yaitu pungutan yang
hasilnya dipergunakan untuk pemeliharaan jalan. Pajak yang penggunaannya untuk
keperluan khusus demikian ini disebut sebagai earmarket tax.(Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI.,
BKP., CICA., CPA., CRMA, 2013)
Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan
2.1 Hak dan
Kewajiban Wajib pajak
Kewajiban WP
System
pemungutan pajak yang berlaku saat ini adalah system Self Assesment, yaitu suatu system pemungutan pajak yang memberikan
kepercayaan, tanggung jawab kepada masyarakat WP untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pemenuhan kewajiban pajaknya kepada negara. Untuk memenuhi
kewajiban perpajakan tersebut, undang – undang menwajibkan WP agar ;
a. mendaftarkan diri untuk menjadi WP dan / atau PKP
dengan memperoleh NPWP dan pengukunan PKP;
b. Mengisi dengan benar dan menyampaikan SPT Masa
dan tahunan tepat waktu ke kantor DJP;
c. Mengisi dengan benar faktur pajak pada transaksi
penyerahan kena PPN;
d. Memotong atau memungut PPh atas penghasilan yang
wajib dipotong atau dipungut PPh;
e. Menyetor pajak terutang ke kas negara baik yang
dihitung sendiri atau dipotong dan dipungut oleh WP atau tetap ditetapkan dan
ditagih oleh DJP, melalui bank dengan SSP dengan benar dan tepat waktu;
f. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan
tertib, teratur, dan jujur sesuai ketentuan;
g. Memenuhi kewajiban sehubungan dengan pelaksanaan
pemeriksaan pajak.
Hak WP
Dalam
pelaksanaan system self assessment, disamping
dikenakan kewajiban perpajakan, undang – undang memberikan hak kepada WP
sebagai berikut ;
a. Meminta penjelasan atas hasil pemeriksaan pajak;
b. Meminta pemeriksa pajak agar melakukan pembahasan
atas hasil pemeriksaan pajak;
c. Meminta penelaahan atas hasil pemeriksaan pajak;
d. Menolak hasil pemeriksaan;
e. Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak
atau pemotongan dan pemungutan pajak termasuk hak untuk diundang dan hadir pada
pembahasan keberatan;
f. Mengajukan banding;
g. Mengajukan gugatan;
h. Mengajukan PK;
i. Mengajukan permohonan pengembalian atau
kompensasi kelebihan pembayaran pajak;
j. Mengajukan permohonan pembetulan, pembatalan,
penghapusan atau pengurangan atas ketetapan pajak atau sanksi administrasi;
k. Mendapatkan imbalan bunga dalam hal DJP tidak
mampu memenuhi batas waktu yang ditentukan oleh ketentuan perpajakan;
l. Membetulkan SPT;
m. Memanfaatkan tariff PPh 20% untuk WP Perusahaan
Terbuka yang memenuhi syarat atau pengurangan tariff sebesar 50% dari tariff
PPh Pasal 17 ayat (1) yang dikenakan Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 ( empat milyar delapan ratus rupiah ) untuk WP
Badan Dalam Negeri yang peredaran bruto maksimal Rp 50.000.000.000 ( lima puluh
milyar rupiah );
n. Mencegah tindakan penyidikan dengan mendahului
melakukan pembetulan atas SPT;
o. Meminta dihentikan tindakan penyidikan dan
pengenaan sanksi pidana penjara;
p. Mendapatkan jaminan kerahasiaan
WP
mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi
yang telah disampaikan kepada DJP dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Disamping itu, pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan
juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP, termasuk tenaga ahli, seperti ahli
bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
membantu pelaksanaan undang – undang perpajakan;
q. Penundaan pembayaran pajak;
r. Penggusuran pembayaran pajak;
s. Penundaan ( perpanjangan waktu ) pelaporan SPT
Tahunan;
t. Pengurangan PPh Pasal 25;
u. Pengurangan PBB
WP orang
pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya
dengan subjek pajak atau karena sebab – sebab tertentu lainnya serta dalam hal
objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi WP anggota veteran pejuang
kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan
pengurangan atas pajak terutang;
v. Pengurangan BPHTB
Seperti
halnya PBB, karena kondisi tertentu Wp dapat mengajukan permohonan pengurangan
atas pajak terutang kepada Kepala Daerah;
w. Pembebasan Pajak
Dengan
alasan – alasan tertentu, misalnya WP dalam keadaan rugi, Wp dapat mengajukan permohonan
pembebasan atas pemotongan / pemungutan PPh;
x. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Pajak
WP yang
telah memenuhi kriteria tertentu atau memenuhi syarat tertentu dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling
lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
y. Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam
rangka Pelaksanaan proyek pemerintag yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh
kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah;
z. Insentif Perpajakan
Untuk BKP
tertentui atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN
tidak dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN anatara lain
kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku – buku, perlengkapan TNI/
Kepolisian Negara Republik Indonesia. WP yang melakukan kegiatan di kawasan
tertentu seperti kawasan berikut mendapat fasilitas PPN tidak dipungut antara
lain atas impor dan perolehan bahan baku. Termasuk insentif perpajakan adalah
penyusutan atau kompensasi kerugian yang lebih lama untuk investasi di daerah
atau bidang tertentu.
Tabel
batas waktu pelaporan SPT dan penyetoran
pajak ( Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010
No.
|
Jenis SPT
|
Batas waktu pembayaran
|
Batas waktu pelaporan
|
PPh Masa, PPN & PPh.BM
|
|||
1.
|
PPh Pasal 21/26
|
Tgl
10 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
2.
|
PPh Pasal 23/26
|
Tgl
10 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
3.
|
PPh Pasal 25
|
Tgl
15 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
4.
|
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh
DJBC
|
1
hari setelah dipungut
|
Secara
mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya
|
5.
|
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPn BM
atas impor
|
Dilunasi
saat pembayaran bea masuk *)
|
Bersama
SPT masa jika PKP
|
6.
|
PPh Pasal 22 – Bendaharawan Pemerintah
|
Pada
hari yang sama saat pembayaran penyerahan barang
|
Tgl
14 bulan berikut
|
7.
|
PPh Pasal 22 – WP badan dalam bidag
produksi bahan bakar minyak ( BBM ), gas dan pelumas
|
Tgl
10 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
8.
|
PPh Pasal 22 – Pemungut tertentu
|
Tgl
10 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
9.
|
PPh Final Pasal 4 ayat (2) –
pemotongan oleh pihak lain
|
Tgl
10 bulan berikut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan
|
Tgl
20 bulan berikut
|
10.
|
PPh Final Pasal 4 ayat (2) – dibayar
sendiri
|
Tgl
15 bulan berikut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan
|
Tgl
20 bulan berikut
|
11.
|
PPN dan PPh BM – PKP
|
Sebelum
SPT Masa PPN disampaikan
|
Akhir
bulan berikut
|
12.
|
PPN pemanfaatan BKP tidak berwujud
dan/atau JKP dari luar daerah pabean
|
Tgl
15 bulan berikut #)
|
Akhir
bulan berikut bersama SPT Masa jika PKP
|
13.
|
PPN dan PPn BM – bendaharawan
pengeluaran
|
Tgl
7 bulan berikut
|
Akhir
bulan berikutnya
|
14.
|
PPN kegiatan membangun sendiri
|
Tgl
15 bulan berikut #)
|
Akhir
bulan berikut bersama SPT Masa jika PKP
|
15.
|
PPN & PPn BM – pemungut selain
bendaharawan
|
Tgl
15 bulan berikut
|
Akhir
bulan berikut
|
16.
|
PPh Pasal 15 – pemotongan oleh pihak
lain
|
Tgl
10 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
17.
|
PPh Pasal 15 – dibayar sendiri
|
Tgl
15 bulan berikut
|
Tgl
20 bulan berikut
|
18.
|
PPN dan PPn BM – Pejabat penandatangan
surat perintah membayar sebagai pemungut
|
Pada
hari yang sama saat pembayaran penyerahan barang melalui KPPN
|
--
|
19.
|
PPh Pasal 25 – WP dengan kriteria
tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT masa
|
Dibayar
paling lama pada akhir masa pajak terakhir
|
Tgl
20 bulan berikut
|
20.
|
Selain PPh Pasal 25 – WP dengan
kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa
|
Dibayar
paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing – masing jenis pajak
|
Tgl
20 bulan berikut
|
PPh
Tahunan, PBB, BPHTB
|
|||
1.
|
PPh – Badan, PPh – orang pribadi
|
Akhir
bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak untuk orang
pribadi dan bulan keempat untuk badan
|
Akhir
bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak untuk orang
pribadi dan bulan keempat untuk badan
|
2.
|
PBB
|
6
(enam) bulan sejak tanggan diterimanya SPT
|
----
|
3.
|
BPHTB
|
Dilunasi
pada saat terjadinya perolehan ha katas tanah dan bangunan
|
----
|
*) dalam hal bea masuk ditunda atau dibebaskan, PPh
Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBm atas impor harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
#) orang
pribadi atau badan yang bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah disetor
dengan menggunakan lembar ketiga SSP ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat
usaha atau tempat tinggalnya, paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah
pabean.
Dalam
hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak dan pelaporan
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, hari
yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan oleh Pemerintah
dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah pembayaran
atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
SSP
atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP berfungsi sebagai bukti
pembayaran pajak dianggap sah apabila telah disahkan oleh pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah divalidasi dengan NTPN.
2.2 Wewenang dan
Kewajiban Fiskus
Wewenang Fiskus
Wewenang fiskus adalah sebagai berikut :
1)
Hak menerbitkan
NPWP dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Hak menerbitkan NPWP
dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak ( NPPKP ) dilakukan secara jabatan oleh
karena WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri
dan/atau melaporkan usahanya ke kantor pajak, sesuai Pasal 2 ayat (4)
Undang-Undang KUP. Hal ini dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh
atau dimiliki kantor pajak ternyata WP atau PKP telah memenuhi syarat untuk
memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.
2)
Hak menerbitkan
surat ketetapan pajak
Berbagai surat
ketetapan pajak telah yang merupakan hsk fiskus untuk menerbitkannya adalah
Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB ), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ), Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar ( SKPLB ), Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN). Pengertian menerbitkan
surat ketetapan pajak sekaligus juga dalam arti membetulkannya secara jabatan,
sesuai Pasal 16 ayat (1) Undang-undang KUP.
3)
Hak menerbitkan
surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan
Dalam hal WP tidak melunasi
utang pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
setelah jatuh tempo pembayaran, maka fiskus mempunyai hak untuk menerbitkan
surat paksa agar WP dalam waktu yang ditentukan, yaitu 2 x 24 jam harus
melunasi utang pajaknya. Apabila dalam jangka waktu tersebut WP tetap tidak
melunasinya, maka fiskus dapat menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat
Perintah melaksanakan penyitaan, agar terhadap harta kekayaan wajib pajak
dilakukan penyitaan guna sebagai jaminan untuk melunasi utang pajaknya.
4)
Hak Melakukan
pemeriksaan dan penyegelan
Hak fiskus untuk
melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketemtuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang KUP.
Sedangkan terhadap penyegelan dilakukan fiskus terhadap tempat atau ruangan
tertentu apabila WP tidak memenuhi kewajibannya, yaitu tidak memberikan
kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu guna kelancaran pemeriksaan. Penyegelan dimaksudkan untuk
mengamankan atau mencegah hilangnya pembukuan, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
5)
Hak menghapuskan
atau mengurangi sanksi administrasi
Dalam praktik penerbitan
surat ketetapan pajak, tentu dapat terjadi adanya ketidaktelitian petugas pajak
yang dapat membebani WP yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan
perpajakan. Dalam hal yang demikian, maka sanksi administrasi berupa bunga,
denda dan kenaikan yang terdapat dalam ketetapan pajak tersebut dapat
dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur jenderal Pajak. Bahkan karena
jabatannya pula dan berlandaskan unsur keadilan, Direktur Jenderal Pajak dapat
mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
6)
Hak melakukan
penyidikan
Penyidikan terhadap WP
dapt dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil ( PPNS ) tertentu dilingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 44
Undang-Undang KUP.
7)
Hak melakukan
pencegahan
Hak melakukan
pencegahan terhadap WP untuk pergi keluar negeri didasarkan pada ketentuan
Pasal 29 Undang-undang tentang penagihan pajak dengan surat paksa ( UU PPSP ).
Pencegahan dilkakukan apabila WP atau penanggung pajak mempunyai utang
sekurang-kurangnya Rp 100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi
utang pajak.
8)
Hak melakukan
penyanderaan
Hak melakukan
penyanderaan terhadap WP atau penanggung pajak didasarkan pada ketentuan Pasal
33 ayat (1) Undang-undang PPSP, yaitu apabila masih mempunyai utang pajak
sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam
melunasi utang pajak.
Kewajiban Fiskus
Kewajiban fiskus yang diatur dalam Undang-Undang
Perpajakan adalah :
1)
Kewajiban untuk
membina WP
Kewajiban fiskus untuk
membina WP merupakan satu kewajiban yang sangat penting sekaligus system
perpajakan yang dipakai sekarang yang sangat penting sekalipun system
perpajakan yang dipakau sekarang adalah system self assessment. Suksesnya penerimaan pajak antara lain juga
ditentukan melalui berbagai upaya antara lain pemberian penyuluhan ketentuan
perpajakan terbaru, pemberian pengetahuan perpajakan baik melalui media massa
maupun penerangan langsung kepada masyarakat.
2)
Kewajiban
menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar
Berdasarkan permohonan
WP atas adanya kelebihan pembayaran pajak dan fiskus telah melakukan
pemeriksaan atas permohonan tersebut, maka sepanjang proses pemeriksaan benar
menghasilkan adanya kelebihan pembayaran pajak, fiskus berkewajiban menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak lebih bayar (SKPLB) paling lambat 12 bulan sejak surat
permohonan diterima kantor pajak ( pasal 17B UU KUP). Sedangkan untuk WP dengan
kriteria tertentu, akan diterbitkan SUrat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima untuk PPh dan
paling lambat 1 bulan untuk PPN ( Pasal 17C UU KUP). Yang dimaksud dengan WP
dengan kriteria tertentu adalah antara lain yang mempunyai kriteria (penjelasan
Pasal 17C ayat 2) :
§ Patuh dalam menyampaikan SPT dan tidak mempunyai
tunggakan pajak;
§ Laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
§ Enghitungan jumlah peredaran usaha dan pajaknya
mudah diketahui karena berkaitan dengan aturan pemerintah lainnya, seperti
peredaran usaha dan PPN atas produses rokok diketahui dari pelaksanaan cukai.
3)
Kewajiban
merahasiakan data WP
Setiap petugas pajak,
sesuai ketentuan Pasal 34 UU KUP, dilarang mengungkapkan kerahasian WP kepada
pihak lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah data perpajakan. Masalah
kerahasiaan data dibidang perpajakan merupakan hal yang sangat penting, karena
data yang disampaikan oleh WP kepada fiskus bertalian erat dengan masalah data
perusahaan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan dan data-data lainnya yang tidak
boleh diketahui pihak lain.
4)
Kewajiban
melaksanakan putusan
Putusan pengadilan
pajak harus diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum. Putusan pengadilan
pajak tersebut langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan
pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.
Salinan putusan atau salinan penetapan tersebut akan dikirim kepada para pihak
dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal putusan pengadilan pajak diucapkan
atau dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggap putusan sela diucapkan. Sesuai
pasal 88 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, putusan pengadilan pajak harus
dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 hari terhitung
sejak tanggal diterima putusan.
2.3 Ketentuan
dan Tata Cara Perpajakan
Sistematika Undang – Undang Ketentuan Umum Dan Tata
Cara Perpajakan
UU No.6
Tahun 1983 sttdd UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan ( UU KUP ) merupakan ketentuan formal perpajakan yang mengatur
tatacara melaksanakan penyetoran dan pelaporan pajak, hak dan kewajiban wajib
pajak dan wewenang Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan ketentuan perhitungan
pajak yang terutang diatur dalam ketentuan material undang – undang perpajakan,
antara lain UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai dan UU Pajak Bumi
dan Bangunan.
Pengertian
pajak berdasarkan Pasal 1 UU KUP adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang
– undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
System
pemungutan pajak adalah system assessment yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fungsi
Direktorat Jenderal Pajak melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan self assessment tersebut,
Hal
tersebut berbeda dengan system official
assessment yang besarnya pajak yang
terutang ditetapkan terlebih dahulu dan WP melaksanakan penyetoran pajak
setelah adanya penetapan pajak, contoh : Pajak Bumi dan Bangunan.
UU KUP mengatur mengenai ketentuan perpajakan,
antara lain :
Pendaftaran NPWP dan atau PKP
UU KUP
mengatur mengenai pihak yang diwajibkan untuk mendaftarkan diri memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP) dan atau Pengusaha Kena Pajak ( PKP ), tatacara
pendaftaran dan pencabutannya.
Pada
prinsipnya orang atau badan yang memenuhi syarat subjektif dan objektif UU No.
7 Tahun 1983 sttdd UU No. 36 tahun 2008 ( UU PPh ) mempunyai kewajiban untuk
memperoleh NPWP dan pengusaha yang memenuhi syarat subjektif dan objektif
menurut UU No. 8 Thaun 1983 sttdd UU No. 42 Tahun 2009 ( UU PPN ) mempunyai
kewajiban untuk pengukuhan pengusaha kena pajak.
NPWP
dan atau PKP merupakan identitas diri sebagai sarana administrasi menjalankan
hak dan kewajiban perpajakan sehingga tidak menentukan saat mulai kewajiban
perpajakan. Kewajiban perpajakan dimulai adanya kewajiban untuk menghitung,
menyetor dan melaporkan pajak menurut UU Material Perpajakan ( UU PPh & UU
PPN ).
UU KUP
mengatur mengenai tatacara penghapusan NPWP dan atau PKP apabila orang pribadi
atau badan sudah tidak memenuhi syarat sebagai WP atau PKP.
UU KUP
mengatur wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan NPWP atau PKP secara
jabatan, serta memberikan sanksi perpajakan terkait tidak dilaksanakannya
kewajiban pendaftaran NPWP atau PKP.
Penyetoran Pajak
UU KUP mengatur
mengenai tatacara dan jangka waktu penyetoran pajak ke kas negara melalui
kantor pos atau bank persepsi ( bank penerima pembayaran pajak ). Penyetoran
pajak tersebut ada yang dilakukan pada suatu saat, masa pajak dan tahun pajak.
Kewajiban penyetoran pajak dilakukan setelah kewajiban menghitung pajak yang
terutang.
UU KUP
mengatur sanksi perpajakan terkait tidak dilaksanakannya kewajiban penyetoran
pajak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dan memberikan hak kepada Wajib
Pajak dan PKP antara lain mengajukan permohonan untuk melakukan angsuran dan
penudaan pembayaran pajak.
Pelaporan Pajak
UU KUP
mengatur mengenai tatacara dan jangka waktu pelaporan pajak. Kewajiban
pelaporan pajak dimaksudkan untuk
melaporkan perhitungan dan penyetoran pajak yang telah dilakukannya sehingga
kewajiban tersebut dilakukan setelah perhitungan dan penyetoran pajak.
Pelaporan tersebut dengan menggunakan Surat Pemberitahuan ( SPT ) baik secara
bulanan / masa ( SPT Masa ) dan secara
tahunan ( SPT Tahunan ).
UU KUP
mengatur mengenai sanksi perpajakan terkait tidak dilaksanakannya kewajiban
pelaporan pajak dan memeberikan hak kepada Wajib Pajak dan PKP antara lain
memperpanjang atau membetulkan SPT Masa atau Tahunan.
Restitusi Pajak
UU KUP
mengatur mengenai kelebihan pembayaran pajak. Wajib pajak mengajukan permohonan
kelebihan pembayaran pajak tersebut dan Direktur jenderal Pajak melakukan
penelitian atau pemeriksaan atas permohonan tersebut.
Penelitian dilakukan terhadap Wajib Pajak
yang memenuhi kriteria tertentu atau persyaratan tertentu dengan jangka wkatu
yang lebih cepat dibangdingkan pemeriksaan. Wajib Pajak kriteria atau
persyaratan tertentu tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Restitusi
pajak oleh Wajib Pajak lainnya dilakukan melalui pemeriksaan dengan jangka
waktu tidak boleh melebihi 12 bulan sejak permohonan diterima.
Pembukuan / Pencatatan
UU KUP
mengatur mengenai tatacara dan syarat pembukuan atau pencatatan. Pembukuan atau
pencatatan merupakan kewajiban Wajib Pajak atau PKP sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang.
UU KUP
mengatur mengenai Wajib Pajak yang diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan
dan Wajib Pajak yang boleh melaksanakan pencatatan. Pembukuan mencatat seluruh
transaksi penjualan yang terkait dengan laporan rugi laba dan neraca, sedangkan
pencatatan hanya mencatat transaksi penerimaan penghasilan.
UU KUP
mengatur mengenai sanski perpajakan terkait dengan pembukuan, dan hak Wajib
Pajak atau PKP untuk melaksanakan pembukuan berdasarkan tahun buku atau
menggunakan Bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika.
Pemeriksaan Pajak
UU KUP
mengatur mengenai wewenang dan jangka waktu Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan
pemeriksaan guna menguju kepatuhan Wajib pajak atau PKP, atau tujuan lainnya.
UU KUP
mengatur mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak saat dilakukan pemeriksaan,
antara lain kewajiban meminjamkan pembukuan, kewajiban membantu kelancaran
pemeriksaan dan hak meminta dasar perhitungan / koreksi pemeriksaan.
Surat Ketetapan Pajak
UU KUP
mengatur mengenai wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan surat
ketetapan pajak yang merupakan produk hukum hasil pemeriksaan atau penelitian
Direktur Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak.
UU KUP
mengatur mengenai hak dan kewajiban atas surat ketetapan pajak tersebut, antara
lain :
§ Mempunyai kewajiban untuk membayar pajak yang kurang
dibayar dalam surat ketetapan pajak
tersebut.
§ Mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penundaan
atau mengangsur jumlah pajak yang kurang dibayar dalam ketetapan pajak.
§ Mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum atas surat
ketetapan pajak yang menurut Wajib Pajak tidak atau kurang tepat.
§ Mempunyai hak untuk meminta jumlah kelebihan
pembayaran pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak.
Penagihan Pajak
UU KUP
memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan
pajak dengan surat paksa apabila jumlah utang pajak sebagaimana tercantum dalam
ketetapan pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditetapkan.
UU KUP
mnegatur mengenai tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dan
juga mengatur mengenai hak Wajib Pajak atas pelaksanaan penagihan antara lain
melakukan upaya gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak yang tidak sesuai
ketentuan. Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dimulai dengan
penerbitan surat teguran, surat paksa, surat penyitaan, pelelangan, pencekalan
dan penyanderaan.
UU KUP
mengatur mengenai hak mendahului utang pajak dibandingkan hutang lainnya, dalam
jangka waktu kadaluwarsa penagihan pajak.
Tindak Pidana Perpajakan
UU KUP
mengatur mengenai pelanggaran ketentuan perpajakan yang termasuk kategori
tindak pidana perpajakan baik karena kealpaan dan kesengajaan, serta sanksi
pidana perpajakan.
Penyidikan Pajak
UU KUP
mengatur mengenai wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana perpajakan.
Wakil dan Kuasa Wajib Pajak
UU KUP
mengatur mengenai pihak-pihak yang disebut sebagai Wajib Pajak atau menwakili
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, dan juga mengatur
mengenai hak Wajib Pajak untuk menunjuk kuasa khusus kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
UU KUP
mengatur syarat bagi pihak-pihak yang menerima surat kuasa dari Wajib Pajak untuk
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP )
Sistem
pemungutan pajak yang dianut dalam undang-undang perpajakan adalah system self assessment yaitu Wajib Pajak
diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang. Setiap Wajib Pajak yang akan melaksanakan hak dan kewajiban
dalam melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak harus mempunyai
udentitas atau pengenal diri yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengertian Dan Fungsi NPWP
Pasal 1
angka 6 UU KUP menyebutkan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP :
1)
Sarana
administrasi bagi Wajib Pajak dalam setiap melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan sntara lain penyetoran dan pelaporan pajak.
2)
Sebagai pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam setiap melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan.
NPWP
tidak menentukan saat dimulainya kewajibn perpajakan karena kewajiban
perpajakan dimulai pada saat adanya kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan
sesuai ketentuan UU PPh.
Kewajiban Memperoleh NPWP
Pasal 2
angka 1 UU KUP menyebutkan setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyratan
subjektif dan objektif sesuai dengsn ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktur Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan NPWP.
Persyaratan
subjektif adalah persyaratan mengenai pemenuhan sebagai subjek pajak dalam UU
PPh. Persyaratan objektif adalah persyaratan pemenuhan adanya penerimaan atau
perolehan objek Pajak Penghasilan menurut UU PPh.
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 menyebutkan Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif serta mempunyai kewajiban memperoleh NPWP
adalah :
1)
Wajib Pajak
Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang tidak terikat
oleh suatu hubungan kerja.
2)
Wajib Pajak
Badan.
3)
Wajib Pajak
Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas
dengan jumlah penghasilan sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ).
Pasal 3 PP No.71 TAHUN
2011 menyebutkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan NPWP dari orang
pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh :
a) Salah seorang ahli waris ;
b) Pelaksana wasiat, atau
c) Pihak yang mengurus harta peninggalan.
NPWP Keluarga ( istri dan anak )
Pasal 8
UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis sehingga penghasilan
atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan
dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
Penghasilan
anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya dalan tahun
pajak yang sama. Anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun
dan belum pernah menikah. Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya
telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya
digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
Penghasilan
suami istri dikenai pajak secara terpisah dan wajib mempunyai NPWP tersendiri
apabila :
Suami istri
telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
Dikehendaki
secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan; atau
Dikehendaki oleh
istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri.
Pasal 2
PP No. 74 Tahun 2011 menyebutkan wanita yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif dan tidak hidup terpisah atau tidak meakukan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, hak dan kewajiban
perpajakannya digabungan dengan hak dan kewajiban suaminya.
Jangka Waktu Pendaftaran NPWP
Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2008
menegaskan :
§ Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan
usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan yang
disetahunkan telah melebihi PTKP.
§ Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan wajib mendaftarkan diri untuk memperleh
NPWP paling lama satu bulan setelah usaha mulai dijalankan yaitu saat pendirian
atau saat usaha/ pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
Cara Memperoleh NPWP
Pesyaratan
pendaftaran NPWP khusus bagi WP
Perseorangan Usahawan dan WP Badan sebagaimana diatur dalam Keputusan nomor
Kep-34/PJ.2/1989 tanggal 10 Juli 1989 disempurnakan dalam SE-07/PJ.24/1993
tanggal 7 juli 1993 dan PER-24/PJ./2009 tanggal 16 Maret 2009 sehingga menjadi
sebagai berikut :
a)
Untuk WP
Perseorangan Usahawan : pendaftaran NPWP dilampiri dengan :
§ Fotocopy KTP atau fotocopy KK ;
§ Untuk karyawan harus dilengkapi dengan surat
ekterangan dari perusahaan;
§ Untuk pengusaha, fotocopy Surat Izin Usaha atau
Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang berwenang;
b)
Untuk WP Badan,
pendaftaran NPWP dilampiri dengan :
§ Fotocopy akte pendirian ;
§ Fotocopy KTP atau paspor salah seorang pengurus dan
fotocopy KK ;
§ Fotocopy surat izin usaha atau surat keterangan
tempat usaha dari instansi yang berwenang.
Untuk
kelengkapan permohonan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ( SP.PKP), wajib
pajak perlu melampirkan denah lokasi tempat kegiatan usahanya. Atas permohonan
yang memenuhi persyaratan seperti tersebut diatas maka kantor pelayanan pajak
akan menerbitkan kartu NPWP, surat keterangan terdaftar (SKT) dan atau SP.PKP
dalam jangka waktu 1 hari.
Pendaftaran NPWP dan PKP melalui Elektronik (
Elektronik Registration )
Pendaftaran
NPWP dan PKP oleh WP dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui
internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib
pajak cukup memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat
memperoleh NPWP.
Tempat Pendaftaran NPWP
Pasal 2 UU KUP menyebutkan :
1)
Wajib Pajak
orang pribadi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak
( KPP ) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal sesuai dengan alamat
kartu tanda penduduk.
Wajib Pajak Orang
Pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai usaha dibeberapa tempat wajib
mendaftarkan diri pada KPP tempat tinggal Wajib Pajak dan tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak dilakukan.
Pendaftaran di
masing-masing tempat usaha tersebut dimaksudkan untuk melakukan pembayaran Pph
pasal 25 OP pengusaha tertentu sebesar 0.75% dari peredarab usaha masing-masing
tempat usaha. Pelaporan keseluruhan penghasilan dan PPh yang dibayar tersebut
dilakukan di KKP tempat tingal Wajib Pajak yang bersangkutan.
2)
Wajib Pajak
Badan mendaftarkan diri di KPP tempat kedudukan.
Kewajiban pemotongan
dan pemungutan pajak menurut UU PPh terutang di tempat dilakukannya pembayaran,
cabang usaha harus mendaftarkan diri di NPWP untuk melaksanakan kewajiban pemotongan
/ pemungutan PPh.
3)
Direktur
Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menetapkan tempat pendaftaran selain
tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak Khusus.
NPWP Secara Jabatan
Pasal 2
ayat 4 UU KUP memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
NPWP secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban
mendaftarkan diri.
Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak
Pasal 2
ayat 4 a UU KUP menegaskan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang
ditentukan NPWP dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
paling lama 5 tahun sebelum diterbitkan NPWP
Ketentuan
ini sejalan dengan ketentuan mengenai jangka waktu daluwarsa bagi Direktur
Jenderal Pajak untuk melakukan penerbitan ketetapan pajak yang terutang
terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai pasal 13 dan 15 UU KUP.
Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP
Orang
pribadi atau badan yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak setelah
melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri memperoleh NPWP, maka kewajiban
perpajakan berikutnya antara lain :
1)
Melaksanakan
pembukuan atau pencatatan sesuai pasal 28 UU KUP. Kewajiban pembukuan atau
pencatatan merupakan kewajiban yang timbul sebagai dasar untuk mrnghitung pajak
yang terutang.
2)
Menghitung
sendiri pajak yang terutang dan menyetorkannya apabila terdapat pajak yang
harus disetor tanpa menggantungkan surat ketetapan pajak dari Direktur Jenderal
Pajak sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 UU KUP dan tempat waktu menyetorkannya
sesaui dengan pasal 9 UU KUP. Hal ini merupakan kewajiban perhitungan dan
penyetoran dalam system self assessment.
3)
Melaporkan
perhitungan dan penyetoran pajak yang telah dilakukan ke kantor pelayanan pajak
melalui Surat Pemberitahuan ( SPT ) sesuai Pasal 3 dan 4 UU KUP. Kewajiban
pelaporan pajak tersebut dilaukan setelah melakukan perhitungan dan penyetoran
pajak dalam system self assessment.
4)
Membantu kelancaran
pada saat dilakukan pemeriksaan pajak sesuai Pasal 29 ayat 3 UU KUP, antara
lain, memperlihatkan/meminjamkan pembukuan, memberikan keterangan dan
memberikan kesempatan. Kewajiban ini timbul karena adanya wewenang Direktur
Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan guna menguji kebenaran penghitungan,
penyetoran dan pelaporan pajak yang telah dilakukan Wajib Pajak.
Hak Perpajakan Wajib Pajak
Wajib
pajak juga mempunyai hak perpajakan dalam melaksanakan penghitungan, penyetoran
dan pelaporan pajak, antara lain :
1)
Terkait
penyetoran, berhak mengangsur atau menunda pembayaran pajak sesuai pasal 9 ayat
4 UU KUP dan meminta restitusi/ pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai
Pasal 11 UU KUP.
2)
Terkait
pelaporan, berhak memperpanjang penyampaian SPT sesuai Pasal 3 ayat 4 UU KUP
dan membetulkan SPT sesuai pasal 8 UU KUP.
3)
Terkait
pemeriksaan, berhak meminta dasar koreksi dan menyetujui sebagian atau
seluruhnya temuan pemeriksaan.
4)
Terkait hasil
pemeriksaan, berhak melakukan keberatan sesuai pasal 25 UU KUP atau mengajukan
permohonan peninjauan sesuai Pasal 36 UU KUP atau mengajukan banding atas
keputusan keberatan sesuai pasal 27 UU KUP.
5)
Terkait
penagihan, berhak mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan. Gugatan
tersebut termasuk terhadap keputusan selalin keberatan atau proses penerbitan
surat ketetapan pajak atau keputusan keberatan yang tidak sesuai prosedur
sesuai pasal 23 UU KUP.
Wewenang Direktur Jenderal Pajak
Direktur
Jenderal Pajak diberikan wewenang melakukan pengawasan agar Wajib Pajak patuh
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, antara lain :
1)
Melakukan
pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak atau tujuan lain sesuai
Pasal 29 UU KUP.
2)
Melakukan
penagihan pajak terhadap pajak yang harus dibayar dalam surat ketetapan pajak
atau tambahan pajak dalam keputusan peninjauan, keputusan keberatan atau
putusan banding sesuai Pasal 20 UU KUP. Penagih pajak merupakan upaya paksa
untuk menagih hutang oajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak yang merupakan
hak negara.
3)
Melakukan
penyidikan pajak atas ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanaka self assessment yang termasuk kategori
tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 44 UU KUP.
4)
Menerbitkan
surat ketetapan pajak apabila berdasarkan penelitian atau pemeriksaan terdaapt
jumlah pajak yang kurang dibayar oelh Wajib Pajak sesuai Pasal 13 UU KUP dan
Pasla 15 UU KUP.
5)
Melakukan penyegelan
tempat ataau ruangan tertentu atau barang bergerak atau barang tidak bergerak milik
Wajib Pajak sesuai Pasal 30 UU KUP.
Penghapusan NPWP
Pasal 2
ayat 6 UU KUP jo peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/ PMK.03/2008 menyebutkan
kriteria pnghapusan NPWP, yaitu :
1)
Wajib Pajak
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2)
Wajib Pajak
Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau
penggabungan usaha.
3)
Wanita yang
sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan.
4)
Wajib Pajak
Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
5)
Dianggap perlu
oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6)
Penghapusan NPWP
bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dalam hal sumai dari
wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Penghapusan
NPWP dilakukan apabila Wajib Pajak tidak mempunyai hutang pajak atau terdapat
utang pajak namun hak melakukan
penagihan telah daluwarsa/ utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, antara lain karena Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia dan
tidak meninggalkan warisan serta tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris
yang tidak dapat ditemukan, Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaann.
Direktur
Jenderal Pajak harus memberikan keputusan penghapusan NPWP melalui pemeriksaan
dalam jangka waktu 6 bulan bagi Wajib Pajak orang pribadi dan 12 bulan bagi
Wajib Pajak Badan sejak tanggal pernohonan diterima lengkap.
Pasal 4
PP No. 74 Tahun 2011 menyebutkan penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan
pemeriksaan atau verifikasi.(Ilyas & Suhartono,
2013).
Saat Hapusnya NPWP dan/atau NP.PKP
Sesuai
peraturan Menteri Keuangan 20/pmk.03/2008 tertanggal 6 Februari 2008, bahwa
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 bulan untuk WP
orang pribadi atau 12 bulan untuk WP badan, sejak tanggal permohonan WP diterima secara
lengkap.
Jika
jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan.
Dan
atas permohonan WP untuk melakukan pencabutan pengukuhan PKP, Direktur Jenderal
Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan dalam jangka
waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Jika jangka waktu telah lewat, Direktur
Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan pencabutan
pengukuhan PKP dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai pencabutan
pengukuhan PKP harus diterbitkan dalam kangka waktu paling lama 1 bulan setelah
jangka waktu berakhir.
Penghapusan
NPWP dan atau Pencabutan Pengukuhan PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata
usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus
dilakukan WP dan/atau PKP yang bersangkutan.
SPT Masa dan SPT Tahunan
Dilihat
dari saat pelaporannya, SPT dapat dibedakan menjadi SPT Masa dan SPT Tahunan.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak,
seperti ;
§ SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2;
§ SPT Masa PPh Pasal 15;
§ SPT Masa PPh Pasal 19;
§ SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26;
§ SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26;
§ SPT Masa PPh Pasal 25;
§ SPT Masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
§ SPT Masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
bagi pemungut.
Surat
Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
bagian tahun pajak, seperti :
§ SPT Tahunan PPh orang pribadi yang melakukan
pekerjaan bebas atau kegiatan usaha (1770);
§ SPT Tahunan PPh orang pribadi yang memberitahukan
perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP orang pribadi ( 1770
Y);
§ SPT Tahunan PPh orang pribadi karyawan yang tidak
melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dalam
negeri lainnya dan menerima penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final (
1770 S );
§ SPT Tahunan PPh orang pribadi karyawan yang tidak
melakukan pekerjaa bebas atau kegiatan
usaha yang penghasilan brutonya tidak melebihi Rp 60 juta per tahun ( 1770SS )
sesuai SE-21/PJ./2009 dan PP 07/PJ.2009;
§ SPT Tahunan PPh WP Badan ( 1771 );
§ SPT Tahunan PPh WP Badan yang diizinkan untuk
menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika
Serikat ( 1771 $);
§ SPT Tahunan PPh WP Badan yang mengajukan
pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan
(1771 Y).
Fungsi SPT
Fungsi
Surat Pemberitahuan bagi WP PPh adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
memperhitungkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang ;
1)
Pembayaran atau
pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan
atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak;
2)
Penghasilan yang
merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
3)
Harta dan
kewajiban, dan/atau;
4)
Pembayaran dari
pemotong atau pemungt tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi
atau badan lain dalam 1 Masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2.4 Sanksi Administrasi
dan Pidana Perpajakan
SPT yang
tidak disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakana
sanksi administrasi berupa denda ( undang-undang no.16 tahun 2000 ), tentang
KUP :
a. Rp 50.000,00 untuk SPT Masa ;
b. Rp 100.000,00 untuk SPT
Tahunan.
Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan yang mulai berlaku 1 Januari 2008, apabila Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu seperti ketentuan diatas
atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan :
1)
Dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 untuk surat
pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai,
2)
Dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 untuk surat
pemberitahuan masa lainnya, dan
3)
Dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1000.000,00 untuk surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, serta
4)
Dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 untuk surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi.(Sumarsan,
Thomas, SE., 2013)
Daftar Sanksi
Administrasi
No.
|
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
( Rp )
|
Keterangan
|
|
||||
1.
|
7 (1)
|
SPT
terlambat disampaikan :
|
|
|
|
|
1.
masa
|
|
|
|
|
a.
PPN
|
500.000
|
Per
SPT
|
|
|
b.
lainnya
|
100.000
|
Per
SPT
|
|
|
2.
tahunan
|
|
|
|
|
a.
orang pribadi
|
100.000
|
Per
SPT
|
|
|
b.
badan
|
1000.000
|
Per
SPT
|
2.
|
8 ((3)
|
Pembetulan
sendiri dan belum disidik
|
150
%
|
Dari
jumlah pajak yang kurang dibayar
|
3.
|
14 (4)
|
a.
pengusaha kena PPN tidak PKP
|
2
%
|
Lebih
besar dari DPP
|
|
|
b.
pengusaha tidak PKP buat faktur pajak
|
2
%
|
|
|
|
c.
PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap
|
2
%
|
|
Bunga
|
||||
1.
|
8 (2)
|
Pembetulan
SPT dalam 2 tahun
|
2
%
|
Per
bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
|
2.
|
9 (2a)
|
Keterlambatan
pembayaran pajak masa dan tahunan
|
2
%
|
Per
bulan, dari junlah pajak terutang
|
3.
|
13 (2)
|
Kekurangan
pembayaran pajak dalam SKPKB
|
2
%
|
Per
bulan, dari jumlah kurang dibayar, maks 24 bulan
|
4.
|
13 (5)
|
SKPKB
diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
|
48
%
|
Dari
jumlah pajak yang tidak mau atau kurang dibayar
|
5.
|
14 (3)
|
a.
PPh tahunan berjalan tidak / kurang bayar
|
2
%
|
Per
bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maks 24 bulan
|
|
|
b.
SPT kurang bayar
|
2
%
|
Per
bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maks. 24 bulan
|
6.
|
15 (4)
|
SKPKBT
diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
|
48
%
|
Dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
|
7.
|
19 (1)
|
SKPKB/T,
SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkam kurang bayar
terlambat dibayar
|
2
%
|
Per
bulan, atas jumlah pajak yang tidak attau kurang dibayar
|
8.
|
19 (2)
|
Mengangsur
atau menunda
|
2
%
|
Per
bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
|
9.
|
19 (3)
|
Kekurangan
pajak akibat penundaan SPT
|
2
%
|
Atas
kekurangan pembayaran pajak
|
Kenaikan
|
||||
1.
|
8 (5)
|
Pengungkapan
ketidakbenaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
|
50
%
|
Dari
pajak yang kurang dibayar
|
2.
|
13 (3)
|
Apabila
SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang
tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tariff 0 %, tidak terpenuhinya
pasal 28 dan 29
|
200
%
|
Dari
pajak yang kurang dibayar
|
|
|
a.
PPh yang tidak atau kurang dibayar
|
50
%
|
Dari
PPh yang tidak / kurang dibayar
|
|
|
b.
tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
|
100
%
|
Dari
PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
|
|
|
c.
PPN/PPnBM tidak / kurang dibayar
|
100
%
|
Dari
PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
|
3.
|
15 (2)
|
Kekurangan
pajak pada SKPKBT
|
100
%
|
Dari
jumlah kekurangan pajak tersebut
|
(Prasetyono, 2012)
Dalam
hukum pajak disamping sanksi administrative terdapat juga sanksi pidana. Sanksi
administrative dijatuhkan untuk pelanggaran – pelanggaran yang sifatnya ringan.
Hukum pidana merupakan ancaman bagi WP yang bertindak tidak jujur. Adanya
tindak pidana perpajakan ini dapat dilihat dalam ketentuan UU KUP.
Pelanggaran
terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh WP sepanjang menyangkut
tindakan administrative perpajakan dikenakan sanksi administrative dengan
menerbitkan surat ketetapan pajak atau STP, sedangkan yang menyangkut tindak
pidana di bidang perpajakan dikenakan sanksi pidana. Dan untuk mengetahui telah
terjadinya suatu tindakan di bidang perpajakan maka perlu dilakukan pemeriksaan
untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan perpajakan.
Sanksi Pidana Karena Kealpaan Dan Bukan Pertama Kali
Dilakukan
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a)
Tidak
menyampaikan SPT; atau
b)
Menyampaikan
SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang
pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP, didenda paling
sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau
dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
Perbuatan
atau tindakan di atas merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan
tindak pidana di bidang perpajakan. Dengan adanya sanksi pidana tersebut,
diharapkan tumbuhnya kesadaran WP untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti
yang ditentukan dalam peraturan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal
ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau kuran mengindahkan
kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
Sanksi Administrative Karena Kealpaan Dan Pertama
Kali Dilakukan
Pasal 13A UU KUP menyatakan bahwa WP yang karena
kealpaannya :
a)
Tidak
menyampaikan SPT;
b)
Menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
c)
Melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar
Sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenal sanksi pidana
apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP tetapi WP tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar
yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB.
Sanksi Pidana Karena Kesengajaan Dan Pertama Kali
Dilakukan
Kemudian, setiap orang yang dengan sengaja :
a)
Tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP;
b)
Menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP;
c)
Tidak
menyampaikan SPT;
d)
Menyampaikan SPT
dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e)
Menolah untuk
dilakukan pemeriksaan pajak;
f)
Memperlihatkan
pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-oleh
benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g)
Tidak
menyelenggarakn pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lain;
h)
Tidak menyimpan
buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia.
i)
Tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 bulan dan paling lana 6 tahun dan denda paling sedikit
2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Perbuatan
atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat
pentingnya peranan penerimaan negara dan perbuatan tersebut dilakukan dengan
sengaja, bukan kekhilafan atau kealpaan. Dalam perbuatan atau tindakan ini
termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri,
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP. Seringkali subjek pajak menghindar dari
kewajiban perpajakan dengan meminjam NPWP atau pengukuhan PKP milik pihak lain.
Hal ini termasuk yang diancam sanksi pidana karena kesengajaan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk
melakukan tindak pidana :
a)
Menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukunan PKP, atau
b)
Menyampaikan SPT
dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
Dalam
rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau
pengkreditan pajak yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yabg dilakukan
dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan. Perbuatan ini sangat merugikan Negara. Oleh karena
itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik sendiri.
Bagaimana
jika WP nyata-nyata atau terbukti melakukan perbuatan yang dilarang tersebut
sehingga rumusan percobaan melakukan perbuatan terlampaui, sanksi pidana apa
yang harus diterapkan ? tentu saja Wajib Pajak tetap dikenakan sanksi dengan
sanksi pidana sebagaimana yang diatur pada sanski pidana karena kesengajaan dan
pertama kali dilakukan.
Ketentuan diatas berlaku juga bagi wakil,
kuasa, pengawai dari WP atau pihak lain yang menyuruh melakukan yang turut
serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana
di bidang perpajakan. Dengan demikian, yang dipidana karena melakukan perbuatan
tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada WP, wakil WP, kuasa WP,
pegawai WP, Akuntan Publik, Konsultan Pajak atau pihak lain, tetapi juga
terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Sanksi Pidana Karena Kesengajaan Dan Bukan Pertama
Kali Dilakukan
Pidana
penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit
2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambahkan 1 kali
menjadi 2 kali sanksi pidana yang sama apabila seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan sebelum leawat 1 tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. Untuk mencegah terjadinya pengulangan
tindak pidana di bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesainya menjalani
sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai pidana lebih
berat, yaitu ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana sehingga misalnya
WP mengulangi perbuatannya dengan sengaja sebelum lewat 1 tahun maka WP diancam
dengan sanksi pidana dua kali lipat dari sanksi pidana sebelumnya.
Ketentuan
ini secara jelas dan tegas membatasu jangka waktu sanksi pidana terhadap WP
yang kambuhan melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan.
Masalahnya, bagaiman jika WP kambuh melakukan tindaj pidana setelah lewat 1
tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan?
Sanksi apa yang harus dikenakan? Tentu saja WP harus dikenakan sanksi pidana,
tetapi dengan menggunakan kalusul atau aturan mengenai sanksi pidana ksrena
kesengajaan dan pertama kali dilakukan.
Daluarsa Tindak Pidana
Tindak
pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 tahun
sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya bagian tahun
pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Sanksi Tidak Mendaftarkan Diri NPWP ; Sanksi
Administrasi
Disamping
penerbitan NPWP secara jabatan, pasal 13 UU KUP memberikan wewenang kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menagih pajak yang terutang sebelum NPWP
diterbitkan. Pajak yang terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa
bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan
diterbitkan ketetapan pajak.
Sanksi Tidak Mendaftarkan diri NPWP : Sanksi Pidana
Pasal 39 UU KUP menegaskan :
Setiap
orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP,
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak
yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Setiap
orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonam restitusi
atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit
2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan
atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
Sanksi Kurungan Tidak Menyampaikan SPT
Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang mulai berlaku 1 Januari 2008, apabila Wajib Pajak
alpa dalam hal :
§ Surat pemberitahuan tidak disampaikan, atau
§ Menyampaikan surat pemberitahuan, tetap isinya tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara ;
§ Dan perbuatan tersebut diatas merupakan perbuatan
yang kedua kali setelah perbuatan
yang pertama kali Wajib Pajak tersebutv telah wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutahg berserta sanski administrasi berupa
kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar ;
§ Atas perbuatannta yang kedua kali, wajib pajak didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak
terutang tang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat 3
bulan atau paling lama 1 tahun.
[ Pasal 38 UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan ]
Kealpaan yang dimaksud diatas berarti
tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau kurang mengindahkan kewajibannya
sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan krugian pada pendapatan negara.
Selanjutnya setiap
orang yang dengan sengaja :
a) Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau
tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ;
b) Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
pengukuhan PKP ;
c) Tidak menyampaikan surat pemberitahuan ;
d) Menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
Sehingga
perbuatan Wajib Pajak diatas daapt menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun
dan denda paling sedikiy 2 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
[ Pasal 39 ayat
1 UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ].
Hukuman
pidana sebagaimana dikenakan pada Wajib Pajak diatas ditambahkan 1 kali menjadi
2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sbeelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.
[ Pasal 39 ayat
2 UU No. 28 taun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ].
§ Pengecualian Pengenaan
Sanksi Administrasi Atas Tidak Dilapornya SPT
Pengenaan
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud diatas tidak dilakukan
terhadap :
1)
Wajib pajak
orang pribadi yang telah meninggal dunia;
2)
Wajib pajak
orang pribadi yang sudah tidak melakukaan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
3)
Wajib pajak
orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak lagi tinggal
di Indonesia;
4)
Bentuk usaha
tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5)
Wajib pajak
badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
6)
Bendahara yang
tidak melakukan pembayaran lagi;
7)
Wajib pajak yang
terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengna Peraturan Menteri Keuangan,
seperti ;
·
Kerusuhan
massal;
·
Kebakaran;
·
Ledakan bom atau
aksi terorisme;
·
Perang
antarsuku; atau
·
Kegagalan system
computer administrasi penerimaan negara atau perpajakan; atau
8)
Wajib pajak lain
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
BAB III
Pajak Penghasilan
Pajak
Penghasilan ( PPh ) adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan
memberikan kontribusi signifikan kepada penerimaan negara. Kontribusi PPh
kepada penerimaan negara diharapkan semakin meningkat sebagai cerminan
kepedulian pihak yang dianggap memiliki penghasilan berlebih oleh Undang-Undang
kepada pembiayaan negara. Kontribusi PPh pada khusunya dan penerimaan pajak
pada umumnya menggantikan peran penerimaan negara dari minyak. PPh merupakan
pajak langsung karena beban pajak ini langsung dipikul oleh penerima atau
pemilik penghasilan. Oleh kareba itu, PPh merupakan pajak subjektif karena
pengenaan dan beban ditujukan terhadap subjek pajak.
Pada dasarnya
mekanisme penggenaan PPh dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan oleh
pihak lain dan penyetoran sendiri oleh WP. Konsekuensinya, pertanggungjawaban
kepatuhan PPh juga terbagi dua yakni pertanggungjawaban atas kewajiban beban
pajaknya sendiri yang dilaporkan secara tahunan dan pertanggungjawaban setiap
masa pajak ( bulan ) atas kewajiban beban pajak milih pihak lain yang telah
dipungut atrau dipotong. Oleh karena itu, pembahasan PPh sangat bervariatif sesuai dengan jenis-jenis PPh
yang bervariatif. Bab ini mwnjelaskan konsep umum PPh.
Dasar
hukum PPh adalah Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4893 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3985 ) yang merupakan perubahan keempat artas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang PPh (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263 ).
3.1 Subjek Pajak
Subjek
pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan
merupakan kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau
memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu menjadi mempunyai kewajiban
pajak dan disebut wajib pajak.
Dalam
Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak terdiri atas tiga jenis,
yaitu orang pribadi, badan dan warisan.
Sementara subjek pajak digolongkan menjadi subjek
pajak dalan negeri dan subjek pajak
luar negeri.(Prasetyono, 2012)
Subjek Pajak Dalam Negeri
Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri
adalah :
a)
Orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia;
b)
Orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
c)
Badan yang
didirikan atau bertempat kedudukannya di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
§ Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan ;
§ Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
§ Penerimannya dimasukkan dalam anggara pemerintah
pusat atau pemerintah daerah;
§ Pembukuannya diperiksa oleh aparat oengawasan
fungsional negara.
d)
Warisan yang
belum terbagi dengan satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah
:
a)
Orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
b)
Badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
c)
Orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
d)
Badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi perbedaan antara subjek pajak dalam negeri
dengan subjek pajak luar negeri adalah :
No.
|
Keterangan
|
Subjek Dalam Negeri
|
Subjek Luar Negeri
|
1.
|
Orang Pribadi
|
Bertempat
tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, kecuali adanya perjanjian P3B.
|
Bertempat
tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari kecuali adanya perjanjian P3B.
|
2.
|
Badan
|
Didirikan
atau berkedudukan di Indonesia.
|
Tidak
didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
|
3.
|
Sumber Penghasilan
|
Dari
Indonesia + Luar Indonesia > azas domisili.
|
Dari
Indonesia saja. Azas sumber.
|
4.
|
Penghasilan yang dikenakan Pajak
|
Penghasilan
Netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperbolehkan
untuk mengurangi penghasilan ataupun penghasilan neto diperoleh dengan
mengalikan persentase perhitungan neto yang ditetapkan oleh Pemerintah, dalam
hal ini Dirjen Pajak.
Contoh
: pembayaran accounting fee ke prusahaan akuntan di Indonesia sebesar Rp 10
juta. Jadi penghasilan yang dikenakan pajak adalah 50% X Rp 10 juta = Rp 5
juta.
|
Penghasilan
yang dibayarkan kepada perushaaan di luar negeri.
Contoh
: pembayaran accounting fee kepada perusahaan akuntan di Singapura equivalen
dengan Rp 10 juta. Jadi penghasilan yang dikenakan pajak adalah Rp 10 juta.
|
5.
|
Tarif Pajak
|
Tarif
pajak umum yaitu tarif pasal 17 UU PPh atau tarif khusus. Seperti contoh
diatas, tarif pajak yang berlaku adalah 5%, maka jumlah pajak yang dipotong
adalah 5% X Rp 5 juta = Rp 250.000
|
Tarif
pajak sesuai PPh Pasal 26 yaitu 20% kecuali adanya perjanjian P3B. Jika
diasumsikan bahwa kantor Akuntan di Singapura tidak memperoleh surat domisili
sehingga tariff pajak yang dikenakan adlaah 20%, sehingga besarnya pajak
adalah 20% X Rp10 juta = Rp 2000.000
|
6.
|
SPT Masa
|
Wajib
menyampaikan SPT Masa.
|
Tidak
wajib menyampaikan SPT Masa.
|
7.
|
SPT Tahunan
|
Wajib
menyampaikan SPT Tahunan
|
Tidak
wajib menyampaikan SPT Tahunan
|
Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban
Pajak Subjektif mengandung arti bahwa seseorang, sesuatu badan sudah memenuhi syarat untuk dikenakan
Pajak Penghasilan dilihat dari sudut subjeknya. Apabila subjek pajak ini
menerima atau memperoleh penghasilan, maka ia dapat dikenakan Pajak
Penghasilan. Jadi, kewajiban pajak subjektif ini sangat penting maknanya dalam
Pajak Penghasulan karena merupakan dasar dalam pengenaan Pajak Penghasilan.
Dengan demikian, kapan seseorang, sesuatu atau badan mulai meemnuhi syarat
kewajiban pajak subjektif adalah sangat penting dalam Pajak Penghasilan. Begitu
juga dengan berakhirnya kewajiban pajak subjektif. Kapan dimulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif ini adalah sebagai berikut :
§ Untuk subjek pajak orang pribadi dalam negeri
Dimulai pada saat orang
pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di
Indonesia dan berakhir pada saat meniggal dunia atau meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya.
§ Untuk subjek pajak badan dalam negeri
Dimulai pada saat badan
tersebut didirikan atau bertempat tinggal kedudukan di Indonesia dan berakhir
pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
§ Untuk subjek pajak luar negeri berupa BUT :
Dimulai pada saat orang
pribadi atau badan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh dan berakhir pada saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
§ Untuk subjek pajak luar negeri non BUT
Dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut.
§ Untuk warisan yang belum dibagi
Dimulai pada saat
timbulnya warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dan berakhir pada
saat warisan telah selesai dibagikan.
Jangka waktu pengenaan Pajak
Penghasilan ini dinamakan tahun pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 UU
Pajak Penghasilan. Tahun pajak ini pada umumnya adalah tahun takwim mulai dari
1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Jika kewajiban pajak
subjektif bermula atau berakhir di pertengahan akhir pajak, maka pengenaan
pajal inii tidak penuh dalam satu tahun pajak tetapi dalam bagian tahun pajak.
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk
subjek pajak adalah :
1) Kantor perwakilan negara asing;
2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat
atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memeperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :
a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan keputusan meteri keuangan dengan syarat bukan warga
negara Indonesiavdan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Mulai Berakhirnya Subjek Pajak
Penentuan
mulai dan berakhirnya subjek pajak mempunyai akibat saat berakhirnya kewajiban perpajakan, serta jumlah
prnghasilan yang dikenakan terhadap subjek pajak tersebut apakah hanya atas
penghasilan dalam negeri atau dikenakan atas seluruh penghasilan baik dalam
negeri maupun luar negeri.
§ Orang Pribadi
Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan,
berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
§ Badan Dalam
Negeri
Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saa dibubarkan atau tidak
lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
§ Bentuk Usaha
Tetap ( BUT )
Dimula
pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan yang memenuhi syarat bentuk usaha tetap dan berakhir pada saat tidak
lagi menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
§ Subjek Pajak
Luar Negeri
Dimulai
pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan tersebut.
§ Warisan belum
Terbagi
Dimulai
pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat
warisan tersebut selesai dibagi.
3.2 Objek Pajak
Objek
pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajin pajak ( WP ), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk :
a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk
lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang pajak penghasilan;
b) Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;
c) Laba usaha, adalah selisih lebih antara penjualan
dikurangi dengan harga pokok penjualan dan beban-beban usaha;
d) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta,
termasuk :
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau
anggota;
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan/badan pendidikan/badan
social/ pengusaha kecil termauk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya;
f) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
h) Royalty;
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sanpai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
l) Keuntugan karena selisih kurs mata uang asing;
m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n) Premi asuransi;
o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak;
q) Penghasilan daru usaha berbasis syariah;
r) Surplus Bank Indonesia, dan
s) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai KUP.
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Tertentu
Sesuai dengan pengetian tentang
penghasilan yang luas, yang dianut oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan
Indonesia, penghasilan dibawah ini dapat dikenai pajak bersifat final :
a)
Penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan lainnya berupa obligasi dan surat utang
negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada snggota koperasi
orang pribadi;
b)
Penghasilan
berupa hadiah undian;
c)
Penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan
di bursa dan transaski penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d)
Penghasilan dari
transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan bangunan; dan
e)
Penghasilan
tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Penghasilan
Bukan Objek PPh
Pasal 4
ayat 3 UU PPh menyebutkan jenis penghasilan yang bukan objek pajak PPh sehingga
penerimaan penghasilan tersebut tidak terutang pajak penghasilan meskipun
diterima oleh subjek pajak. Berdasarkan penafsiran terbalik, seluruh jenis
penghasilan yang tidak termasuk penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan
merupakan objek dan terutang pajak penghasilan.
Tidak Termasuk Objek Pajak
Sementara, yang tidak termasuk objek pajak,
diantaranya sebagai berikut :
a)
Bantuan atau
sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak;
b)
Harta hibahan
yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
dan oleh badan keagamaan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh menteri kuuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
c)
Warisan;
d)
Harta termasuk
setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
e)
Penggantian atau
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah;
f)
Pembayaran dari
perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
g)
Dividen atau
bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam
negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
serta
2) Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima
dividen, kepemiliksn saham pada badan yang memeberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut.
h)
Iuran yang
diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
i)
Penghasilan dari
modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan;
j)
Bagian
k)
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi;
l)
Bunga obligasi
yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama lima tahun pertama
sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
m)
Penghasilan yang
diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1) Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang
menjalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, dan
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia.(Prasetyono, 2012)
3.3 Beban –
Beban
Beban-beban
yang daapt dikurangkan dari penghasilan bruto bagi WP dalam negeri dan bentuk
usaha tetap dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a)
Beban atau biaya
yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari sat tahun;
b)
Beban yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, baik itu merupakan aktiva tetap
ataupun pengeluaran yang bersifat sebagai pembayaran di muka.
Beban
yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada tahun
yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya admnistarasi dan bunga, biaya rutin
pengloahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
melalui amortisasi.
Disamping
itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau
karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
3.4 Metode
Penyusutan
Menurut
Pasal 6 ayat 1 huruf b, penyusutan ( depresiasi ) dan amortisasi merupakan
biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sehingga dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto. Penyusutan adalah pengalokasian harga
perolehan untuk harta tetap berwujud, sedangkan amortisasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan untuk harta tidak berwujud dan hak pengelolaan sumber
daya alam (deplesi).
Penyusutan
Penyusutan
diterapkan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan
atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 tahun dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa
manfaat harta tersebut melalui metode penyusutan.
Metode Penyusutan
Metode penyusutan yang diperbolehkan adalah :
a)
Metode garis
lurus (straight-line method), yaitu metode dengan bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang ditetapkan untuk harta tersebut. Penyusutan dengan
metode garis lurus berlaku untuk harta berwujud berupa bangunan atau selain
bangunan.
b)
Metode saldo
menurun (declining balance method), yaitu metode dengan bagian-bagian yang
menurun dengan cara menerapkan tariff penyusutan atas nilai sisa buku dan pada
akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Penyusutan dengan
metode saldo menurun hanya berlaku untuk harta berwujud selain bangunan.
Pengunaan
metode penyusutan atas harta yang dipilih oleh WP harus dilakukan secara taat
azaz ( konsisten ).
Pengeluaran-pengeluaran
untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan,
hak gunan usaha dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali
apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena
penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk
perusahaan genteng, perusahaan keramik atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud
dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna usaha dan
hak pakai yang pakai pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak
guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan
hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya. Sedangkan
biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai
diamortisasikan selama jangka waktu hak tersebut.
Pengelompokan Harta Berwujud
Harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan,
yaitu :
a)
Harta berwujud
yang bukan berupa bangunan. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan
dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
b)
Harta berwujud
yang berupa bangunan. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan
dengan metode garis lurus.
Menyimpang
dari pengelompokam harta berwujud yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.03/2009, WP dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas
jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan masa manfaat yang
sesungguhnya. Untuk memperoleh penetapan dimaksud, WP harus mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang
sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan. Dalam hal permohonan
ditolak, WP menggunakan masa manfaat jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan
sebagaiman diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Harta berwujud
berupa bangunan dibagi menajdi dua, yaitu :
1) Permanen, masa manfaat 20 tahun;
2) Tidak permanen yakni bangunan yang bersifat
sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau dapat
dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama
yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
Tariff Penyusutan
Kelompok
Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif
Penyusutan
|
|
Garis Lurus
|
Saldo Menurun
|
||
I. Bukan
Bangunan
|
|
|
|
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12.5%
|
25%
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6.25%
|
12.5%
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
II. Bangunan
|
|
|
|
Permanen
|
20 tahun
|
5%
|
-
|
Tidak Permanen
|
10 tahun
|
10%
|
-
|
(Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI.,
BKP., CICA., CPA., CRMA, 2013)
Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam
kelompok I
No.
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1.
|
Semua
jenis usaha
|
a.
mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, lemari
dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.
b.
mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplicator, mesin fotocopi,
mesin pembukuan/akunting, computer, printer, scanner dan sejenisnya.
c.
perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/cassette, video recorder,
televise dan sejenisnya.
d.
sepeda motor, sepede dan becak.
e.
alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan.
f.
dies, jigs dan mould.
g.
alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, facsimile, telepon seluler dan
sejenisnya.
|
2.
|
Pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan.
|
Alat
yang digerakkan dengan mesin seperti cangkul, peternakan, perikanan, garu
dll.
|
3.
|
Industry
makanan dan minuman
|
Mesin
ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit, penyosoh,
pengering, pallet dan sejenisnya.
|
4.
|
Transportasi
dan pegudangan
|
Mobil,
taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum.
|
5.
|
Industry
semi konduktor
|
Flash
memory tester, writer machine, bipolar test system, eliminator (PE8-1), pose
checker.
|
6.
|
Jasa
persewaan peralatan tambat air dalam
|
Anchor,
anhor chains, polyester rope, steel buoys, steel wire ropes, mooring
accessories.
|
7.
|
Jasa
telekomunikasi seluler
|
base
station controller.
|
Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam
kelompok 2
No.
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1.
|
Semua
jenis usaha
|
a.
mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan
sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara
seperti AC, kipas angina dan sejenisnya.
b.
mobil, truk, bus, speed boat dan sejenisnya.
c.
container dan sejenisnya.
|
2.
|
Pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan
|
a.
mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk,
penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b.
mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memprodukasi bahan atau barang
pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
|
3.
|
Industry
makanan dan minuman
|
a.
mesin yang mengolag produk asal binatang, ungags dan perikanan, misalnya
pabrik susu, penggalengan ikan.
b.
mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, margarin,
penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti
penggilingan beras, gandum, tapioca.
c.
mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan minuman segala jenis.
d.
mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan segala jenis.
|
4.
|
Industry
mesin
|
Mesin
yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit dan pompa
air).
|
5.
|
Perkayuan,
kehutanan
|
a.
mesin dan peralatan penebangan kayu.
b.
mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang
kehutanan.
|
6.
|
Kontruksi
|
Peralatan
yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane, bulldozer dan
sejenisnya.
|
7.
|
Transportasi
dan pergudangan
|
a.
truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truk ngangkang
dan sejenisnya.
b.
kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang
tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambanng dan sebagainya)
termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya,
yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT.
c.
kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar,
kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang
mempunyai berat sampai dengan 100 DWT.
d.
perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250
DWT.
e.
kapal balon.
|
8.
|
Telekomunikasi
|
a.
perangkat pesawat telepon.
b.
pesawat telegraf, termauk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf
dan radio telepon.
|
9.
|
Industry
semi konduktor
|
Auto
frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing
machine, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear
test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01),
full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark,
inseter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker
(mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S
tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping
machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull
tester.
|
10.
|
Jasa
persewaan peralatan tambat air dalam
|
Spooling
machines, petocean data collector.
|
11.
|
Jasa
telekomunikasi seluler
|
Mobile
switching center, home location register, visitor location register,
authentication center, equipment identity register, intelligent network
service control point, intelligent network service management point, radio
base station, transceiver unit, terminal SDH/Mini link, anthena.
|
Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam
kelompok 3
No.
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1.
|
Pertambangan selain minyak dan gas
|
Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan,
termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.
|
2.
|
Pemintalan, penenunan dan pencelupan
|
a. mesin yan mengolah/menghasilkan
produk-produk tekstil ( misalnya kain katun, sutra serat-serat buatan, wol
dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
b.mesin untuk preparation, bleaching,
dyeing, printing, finshing, texturing, packaging dan sejenisnya.
|
3.
|
Perkayuan
|
a. mesin yang mengolah/menghasilkan
produk-produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman
lainnya.
b. mesin dan peralatan penggergajian
kayu.
|
4.
|
Industry kimia
|
a.
mesin dan peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industry kimia
dan industry yang ada hubungannya dengan industry kimia ( misalnya bahan
kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dari logam mulia, elemen
radio aktif, isotope, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup,
obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinoda
wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan obat
organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk
pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.
b. mesin yag mengolah/menghasilkan
produk industry lainnya (misalnya dmaar tiruan, bahan plastic, ester da eter
dari selulosa, karet, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan
kulit mentah).
|
5.
|
Industry mesin
|
Mesin yang menghasilkan/memproduksi
mesin menengah dan berat (misalnya mesin, mobil, mesin kapal).
|
6.
|
Transportasi dan pergudangan
|
a. kapal penumpang, kapal barang,
kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya
gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin
dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat
diatas 100 DWT sampai dengan 1000 DWT.
b. kapal dibuat khusus untuk menghela
atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran
terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat diatas 100 DWT sampai dengan
1000 DWT.
c. dok terapung.
d. perahu layar pakai atau tanpa motor
yang mempunyai berat diatas 250 DWT.
e. pesawat terbang dan
helicopter-helikopter segala jenis.
|
7.
|
telekomunikasi
|
Perangkat radio navigasi, radar dan
kendali jarak jauh.
|
Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok
4
No.
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1.
|
Konstruksi
|
Mesin
berat untuk kontruksi
|
2.
|
Transportasi
dan pergudangan
|
a.
lokomotif uap dan tender atas rel.
b.
lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga
lsitrik dari sumber luar.
c.
lokomotif atas rel lainnya.
d.
kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk container khusus dibuat dan
diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat pengangkutan.
e.
kapal penumpang, kapal barang, kapal khusu dibuat untuk pengangkutan barang
tertentu ( misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dsb) termasuk kapal
pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sebagainya yang
mempunyai berat diats 1000 DWT.
f.
dok-dok terapung
|
3.5 Tarif PPh
Tariff
Pasal 17 ini diterapkan untuk menghitung PPh Tahunan Terutang oleh WP Dalam
Negeri dan WP BUT. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
·
Untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
5%
|
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
|
15%
|
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
|
25%
|
Diatas d Rp 500.000.000,00
|
30%
|
·
Untuk Wajib
Pajak Badan Dalam negeri
|
Tarif Pajak
|
WP Badan pada umumnya dan BUT
|
25%*
|
WP Badan yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di BEI dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya serta
peredaran brutonya lebih dari Rp 50.000.000.000,00
|
20%
|
WP Badan yabg peredaran brutonya sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff
sebesar 50% dari tariff 25% yang dikenakan atas PKP dari bagian perderan
bruto **) sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
|
|
*) berlaku mulai tahun 2010
**) bagian peredaran bruto dapat dinaikkan atau
dirubah dengan Peraturan Pemerintah
BAB IV
Pajak Penghasilan Bulanan Tetap / Tidak Tetap
4.1 Penghasilan
Bruto
Jumlah
dari penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur adalah penghasilan
bruto. Khusus penghasilan dan jasa ( karena dikenai juga PPN ), pengertian
penghasilan bruto ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa, tidak termasuk PPN dan potongan
harga yang tercantum dalam faktur pajak.
Dalam
penghitungan PPh Pasal 21, penghasilan dari jasa, penghasilan dari kegiatan dan
penghasilan tidak teratur dari pekerjaan tidak disetahunkan.
4.2 Pengurang
Atas Penghasilan Bruto
Beban-beban
yang daapt dikurangkan dari penghasilan bruto bagi WP dalam negeri dan bentuk
usaha tetap dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a)
Beban atau biaya
yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari sat tahun;
b)
Beban yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, baik itu merupakan aktiva tetap
ataupun pengeluaran yang bersifat sebagai pembayaran di muka.
Beban
yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada tahun
yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya admnistarasi dan bunga, biaya rutin
pengloahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
melalui amortisasi.
Disamping
itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta
atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto.
Yang
termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah
sebagai berikut :
Biaya-biaya tersebut antara lain :
1)
Biaya pembelian
bahan;
2)
Biaya berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi
dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3)
Bunga, sewa dan
royalty;
4)
Biaya
perjalanan;
5)
Biaya pengolahan
limbah;
6)
Premi asuransi;
7)
Biaya promosi
dan penjualan;
8)
Biaya
administrasi; dan
9)
Pajak kecuali
pajak penghasilan.
Biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan
lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran
yang bersangkutan.
Untuk
dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Dengan
demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak dibebankan sebagai biaya.
Pengurangan Penghasilan Bruto Yang Tidak
Diperkenankan
Pada
prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya
yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat
dari pengeluaran tersebut. Namun, dalam menentukan biaya untuk menentukan
besarnya PKP bagi WP dalam negeri dan BUT terdapat pengeluaran yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto yakni meliputi pengeluaran yang sifatnya
adalah pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.
Biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah :
1)
Pembagian laba
dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi karena pmbagian laba tersebut merupakan bagian dari
penghasilan badan tersebut yang akan dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
ini;
2)
Biaya yang
dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu
atau anggota seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi
asuransi yang dibayar olehh perusahaan
untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya;
3)
Pembentukan atau
pemupukan dana cadangan ( penyisihan );
4)
Premi asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa, yang dibayar sendiri oleh WP orang pribadi kaena pada saat orang
pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan
tersebut bukan merupakan Objek Pajak ( lihat kembali penghasilan yang bukan
objek pajak ) kecuali jika premia asuransi dibayar oleh pemebri kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai atau menjadi penghasilan bagi WP orang pribadi yang
bersangkutan;
5)
Jumlah yang
melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan;
6)
PPh yang
terutang oleh WP yang bersangkutan;
7)
Biaya yang
dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang
menjadi tanggungannya;
8)
Gaji yang
dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan
sebagai gaji;
9)
Sanksi
administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denfa
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
10) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2010
disargio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan
nilai pasar saham bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto.
4.3 PTKP
Tariff
PTKP terbaru atau pun tariff PTKP 2017 masih sama dengan tariff PTKP 2016 yang
masih mengacu pada peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016,
Peraturan Menteri keuangan yaitu PMK No. 101/PMK.010/2016 dan PMK
No.102/PMK.010/2016 pada tanggal 22 Juni 2016 dan berlaku sejak tanggal 1
Januari 2016.
Tariff
PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No.
101/pmk.010/2016 adalah sebagai berikut :
§ Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
§ Rp 4.500.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin
§ Rp 54.000.000,00 untuk istri dengan penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami
§ Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dam keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggugan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga.
4.4 Tarif Pajak
Tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai
berikut :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
5%
|
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
|
15%
|
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
|
25%
|
Diatas d Rp 500.000.000,00
|
30%
|
4.5 Besarnya
Pajak Terutang
1. Untuk menghitung PPh Pasal 21,
terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
selama sebulan, yang meliputi selutuh gaji, tunjangan dan pembayaran teratur
termasuk lembur dan pembayaran sejenisnya.
2. Untuk perusahaan yang masuk
program Jamsostek,premi jaminan pemeliharaan kecelakaan, premi jaminan kematian
dan sejenisnya. Dalam menghitung PPh pasal 21, premi tersebut digabungkan
dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
3. Selanjutnya dihitung jumlah
penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan
bruto sebulan dengan biaya jabatsn, iuran pensiun, iuran JHT, iuran Tunjangan
hari tua yang dibayar oleh pegawai yang bersangkutan.
4. Selanjutnya dihitung penghasilan
neto setahun, yaitu jumlah oenghasilan neto sebulan dikalikan 12.
5. Selanjutnya dihitung PKP sebagai
dasar penerapan tariff pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun,
dikurangi dengan PTKP.
6. Setelah diperoleh PPh terutang
dengan menetapkan tariff pasal 17 UU Pph terhadap PKP, selanjutnya dihitung PPh
Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar
:
§ Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas
penghasilan dibagi dengan 12, atau
§ Jumlah PPh pasal 21 setahun
setelah dikurangi dengan PPh yang terutang dan telah diperhitungkan pada
pemberi kerja sebelumnya sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal
21, jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain,
dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan bekerja, atas
penghasilan,
BAB V
Pajak Penghasilan Pasal 21 Mingguan / Harian
5.1 Penghasilan
Bruto
Jumlah
dari penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur adalah penghasilan
bruto. Khusus penghasilan dan jasa ( karena dikenai juga PPN ), pengertian
penghasilan bruto ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa, tidak termasuk PPN dan potongan
harga yang tercantum dalam faktur pajak.
Dalam
penghitungan PPh Pasal 21, penghasilan dari jasa, penghasilan dari kegiatan dan
penghasilan tidak teratur dari pekerjaan tidak disetahunkan.
5.2 Pengurang
Atas Penghasilan bruto
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan :
1)
Biaya jabatan,
yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebesar 5%
dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dengan jumlah maksimum yang
diperkenankan sejumlah Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan.
2)
Besarnya biaya
pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan
pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan sesuai Peraturan Menteri Keuangan
No.250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dengan jumlah maksimum yang
diperkenankan sejumlah Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan.
3)
Iuran yang
terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara
Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
5.3 PTKP
Tariff
PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No.
101/pmk.010/2016 adalah sebagai berikut :
§ Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
§ Rp 4.500.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin
§ Rp 54.000.000,00 untuk istri dengan penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami
§ Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dam keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggugan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga.
5.4 Tarif Pajak
Penerapan
tariff progresif kepada pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. Atas
Penghasilan Kena Pajak yang diterima atau diperoleh :
a.
Pegawai
tetap;
b.
Penerima
pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan;
c.
Pegawai
tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan.
Diterapakn tariff progresif Pasal 17 ayat (1)
Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
5%
|
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
|
15%
|
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
|
25%
|
Diatas d Rp 500.000.000,00
|
30%
|
Untuk
wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenakan tariff PPh 21 sebesar 20% lebih
tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.
5.5 Besarnya
Pajak Terutang
Apabila
pajak terutang oleh pemberui kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan,
maka untuk perhitungan PPh pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan factor perkalian
sebagai berikut :
§ Gaji untuk masa seminggu dikalikan 4,
§ Gaji untuk masa sehari dikalikan 26.
Selanjutnya dilakukan perhitungan PPh pasal 21
sebulan dengan cara seperti diatas :
PPh pasal 21
atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 4,
sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal
21 sebulan dibagi 26.
Daftar Pustaka
Ilyas, D. Wi., & Suhartono, R. (2013). Perpajakan :
Pembahasan Lnegkap Berdasarkan Perundang-Undangan dan Aturan Pelaksanaan
Terbaru (2nd ed.). Jakarta: Mitra Wacana Media.
Prasetyono, D. S. (2012). Buku
Pintar pajak. (K. Nana, Ed.). Yogyakarta: Laksana.
Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI.,
BKP., CICA., CPA., CRMA, C. (2013). Perpajakan Indonesia ( Pembahasan
Lengkap & Terkini Disertai CD Pratikum ). (M. Nazir, Nazmel Drs. Ak,
Ed.) (Edisi 2 Re). Jakarta.
Sumarsan, Thomas, SE., M. (2013). Perpajakan
Indonesia : Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru.
(Edisi 3). Medan: PT. Indeks.
Betway Casino - JTM Hub
BalasHapusBetway Casino is a trusted online 강원도 출장마사지 casino and sportsbook with a sportsbook, a 천안 출장샵 casino, and 서귀포 출장마사지 casino experience. 나주 출장마사지 It's got loads 안성 출장샵 of betting options, you can play,