PERPAJAKAN


Tugas Mandiri
Perpajakan


Disusun oleh :
  Nama       : Jenni
   NPM        : 150810015
   Dosen Pembimbing : Viola Syukrina E Jansrol, S.E., M.M.
   Kode Kelas : 171- MN016 - M1                        


Fakultas Ekonomi
Universitas Putera Batam
2017
Daftar Isi
Daftar Isi………………………………...………………………………………..ii
BAB 1 Asal Usul Pajak…………………………………………………………..1
1.1. Definisi Pajak…………………………………………………………………1
1.2. Ciri-Ciri Perpajakan di Indonesia……………………………………………..4
1.3. Iuran, Pajak, Sumbangan dan Retribusi……………….….…………………..5
BAB 2 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan…………………………7
2.1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak……………………………………………..7
2.2. Wewenang dan Kewajiban Fiskus…………………………………………..14
2.3. Ketentuan dan Tata Cara perpajakan………………………………………..17
2.4. Sanksi Administrasi dan Pidana Perpajakan………………………………...33
BAB 3 Pajak Penghasilan………………………………………………………45
3.1. Subjek Pajak…………………………………………………………………45
3.2. Objek Pajak...………………………………………………………………..52
3.3. Beban-Beban………………………………………………………………...56
3.4. Metode Penyusutan………………………………………………………….57
3.5. Tarif PPh…………………………………………………………………….66
BAB 4 Pajak Penghasilan Bulanan Tetap / Tidak Tetap……………………68
4.1. Penghasilan Bruto…………………………………………………………...68
4.2. Pengurang Atas Penghasilan Bruto………………………………………….68
4.3. PTKP………………………………………………………………………...71
4.4. Tarif Pajak…………………………………………………………………...71
4.5. Besarnya Pajak Terutang…………………………………………………….72
BAB 5 Pajak Penghasilan Pasal 21 Mingguan atau Harian ………………...73
5.1.Penghasilan Bruto……………………………………………………………73
5.2. Pengurang atas penghasilan bruto……………………………………….…..73
5.3. PTKP………………………………………………………………………...74
5.4. Tarif Pajak……………………………………………………………….…..74
5.5. Besarnya Pajak Terutang…………………………………………………….75
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..76

 BAB I
Pengantar Perpajakan
1.1 Definisi Pajak
       Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum ( undang – undang ) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
        Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
        Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel ., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yng ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
        Pengertian pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 ketentuan tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
        Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari kepada sector public. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalan penyediaan barang dan jasa public yang merupakan kebutuhan masyarakat.
        Sementara pemahaman pajak dari perpektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang  yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
        Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis ( pajak sebagai pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintahan ) atau pengertian secara yuridis ( pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan ) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut :
1. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adalah alih dana ( sumber daya ) dari sector swasta ( wajib pajak membayar pajak ) ke sector negara ( pemungut pajak / administrator pajak ).
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan ( kontrapretasi ) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5. Selain fungsi budgeter ( anggaran ) yaitu fungsi mengisi Kas Negara / Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan social ( fungsi mengatur / regulative ).
*      Fungsi Pajak
        Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khusunya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Fungsi Penerima ( Budgetair )
       Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bsgi pembiayaan pengeluaran – pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan tugas – tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak dapat digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sector pajak.
2. Fungsi Mengatur ( Regulerend )
       Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan ditengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari system pajak, paling tidak dalam system perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan kebijksanaan Negara dalam bidang ekonomi dan social. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, terutama banyak ditujukan terhadap sector swasta. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negerti, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. (Sumarsan, Thomas, SE., 2013)
3. Fungsi Stabilitas
       Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini busa dilakukan, antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, serta penggunaaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi Redistribusi Pendapatan
       Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.(Prasetyono, 2012)
1.2 Ciri – Ciri Perpajakan di Indonesia
Adapun ciri dan corak perpajakan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1)      Pemungutan pajak  merupakan perwujudan, pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
2)      Tanggung jawab mengenai penuanaian kewajiban pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri.
3)      Wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui system menghitung dan menyetor sendiri pajak yang terutang ( self assessment ).
       Disamping perubahan system dan mekanismenya, juga terdapat perubahan di dalam pengertian subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan sebagainya, yang tujuannya untuk menwujudkan  pemerataan pengenaan pajak, keadilan pembebanan, kesederhanaan dan kepastian hukumnya serta menutup kemungkinan adanya penyelundupan pajak.
       Dengan adanya undang-undang perpajakan yang sekarang ini, diharapkan juga para wajib pajak akan mempunyai kedudukan sebagai warga negara yang terhormat karena kepercayaan yang diperolehnya untuk menghitung pajaknya sendiri. Hal tersebut akan menambah harga diri dan kebanggaan sebagai warga negara yang berperan aktif dalam pembangunan nasional.
1.3 Iuran, Pajak, Sumbangan dan Retribusi
Menurut Safri Nurmantu ( 2003 ) beberapa unsur pajak adalah sebagai berikut :
1. Iuran atau Pungutan
       Dilihat dari segi arah dana pajak, jika arah datangnya pajak berasal dari WP, maka pajak disebut iuran sedangkan jira arah datangnya kegiatan untuk menwujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak itu disebut sebagai pungutan.
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang – Undang
       Salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa pemungutannya harus berdasarkan Undang – Undang. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya pajak adalah beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak, sedangkan dalam perumusan macam, jenis dan berat ringannya tarif pajak itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan menyetujuinya, melalui wakil – wakil di parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ).
3. Pajak dapat dipaksakan
       Fiskus mendapat wewenang dari Undang – Undang untuk memaksa WP supaya mematuhi kewajiban perpajakannya. Wewenang tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan sanksi – sanksi administrative maupun sanksi pidana fiskal dalam undang – undang perpajakan, khususnya dalam UU KUP.
4. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi
       Ciri khas utama pajak adalah WP ( Tax payer ) yang membayar pajak tidak menerima atau memperoleh jasa timbal atau kontraprestasi dari pemerintah. Misalnya jika WP membayar pajak penghasilan (PPh), maka fiskus ( otoritas pajak ) dan pemerintah tidak akan memberikan apapun kepadanya sebagai jasa timbal. System PPh di Indonesia berdasarkan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ( UU PPh ) sama sekali tidak mengenal adanya kontraprestasi. Tetapi jikalau WP membayar bea materai terhadap tanda terima uang atau kuitansi, maka disini akan terlihat adanya kontraprestasi dimana pihak yang menyimpan kuitansi dapat menggunakan kuitansi tersebut sebagai alat bukti.
5. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
       Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Dana yang diterima dari pemungutan pajak dalam pengertian definisi diatas tidak pernah ditujukan untuk sesuatu pengeluaran khusus.
       Namun demikian, dalam praktek, banyak dijumpai “ pajak” yang hasilnya untuk keperluan khusus, misalnya hydrocarbon tax di Negara Eropa, adalah pungutan yang hasil pemungutannya ditujukan khusus untuk mencegah dan atau menanggulangi polusi akibat pencemaran udara oleh hydrocarbon yang berasal dari pemakaian minyak bumi. Contoh lain adalah motor vehicle tax yaitu pungutan yang hasilnya dipergunakan untuk pemeliharaan jalan. Pajak yang penggunaannya untuk keperluan khusus demikian ini disebut sebagai earmarket tax.(Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI., BKP., CICA., CPA., CRMA, 2013)



Bab II
Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan
2.1 Hak dan Kewajiban Wajib pajak
*      Kewajiban WP
       System pemungutan pajak yang berlaku saat ini adalah system Self Assesment,  yaitu suatu system pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan, tanggung jawab kepada masyarakat WP untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pemenuhan kewajiban pajaknya kepada negara. Untuk memenuhi kewajiban perpajakan tersebut, undang – undang menwajibkan WP agar ;
a. mendaftarkan diri untuk menjadi WP dan / atau PKP dengan memperoleh NPWP dan pengukunan PKP;
b. Mengisi dengan benar dan menyampaikan SPT Masa dan tahunan tepat waktu ke kantor DJP;
c. Mengisi dengan benar faktur pajak pada transaksi penyerahan kena PPN;
d. Memotong atau memungut PPh atas penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut PPh;
e. Menyetor pajak terutang ke kas negara baik yang dihitung sendiri atau dipotong dan dipungut oleh WP atau tetap ditetapkan dan ditagih oleh DJP, melalui bank dengan SSP dengan benar dan tepat waktu;
f. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan tertib, teratur, dan jujur sesuai ketentuan;
g. Memenuhi kewajiban sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan pajak.
*      Hak WP
       Dalam pelaksanaan system self assessment, disamping dikenakan kewajiban perpajakan, undang – undang memberikan hak kepada WP sebagai berikut ;
a. Meminta penjelasan atas hasil pemeriksaan pajak;
b. Meminta pemeriksa pajak agar melakukan pembahasan atas hasil pemeriksaan pajak;
c. Meminta penelaahan atas hasil pemeriksaan pajak;
d. Menolak hasil pemeriksaan;
e. Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak atau pemotongan dan pemungutan pajak termasuk hak untuk diundang dan hadir pada pembahasan keberatan;
f. Mengajukan banding;
g. Mengajukan gugatan;
h. Mengajukan PK;
i. Mengajukan permohonan pengembalian atau kompensasi kelebihan pembayaran pajak;
j. Mengajukan permohonan pembetulan, pembatalan, penghapusan atau pengurangan atas ketetapan pajak atau sanksi administrasi;
k. Mendapatkan imbalan bunga dalam hal DJP tidak mampu memenuhi batas waktu yang ditentukan oleh ketentuan perpajakan;
l. Membetulkan SPT;
m. Memanfaatkan tariff PPh 20% untuk WP Perusahaan Terbuka yang memenuhi syarat atau pengurangan tariff sebesar 50% dari tariff PPh Pasal 17 ayat (1) yang dikenakan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000  ( empat milyar delapan ratus rupiah ) untuk WP Badan Dalam Negeri yang peredaran bruto maksimal Rp 50.000.000.000 ( lima puluh milyar rupiah );
n. Mencegah tindakan penyidikan dengan mendahului melakukan pembetulan atas SPT;
o. Meminta dihentikan tindakan penyidikan dan pengenaan sanksi pidana penjara;
p. Mendapatkan jaminan kerahasiaan
    WP mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikan kepada DJP dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu, pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP, termasuk tenaga ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang – undang perpajakan;
q. Penundaan pembayaran pajak;
r. Penggusuran pembayaran pajak;
s. Penundaan ( perpanjangan waktu ) pelaporan SPT Tahunan;
t. Pengurangan PPh Pasal  25;
u. Pengurangan PBB
    WP orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab – sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi WP anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang;
v. Pengurangan BPHTB
    Seperti halnya PBB, karena kondisi tertentu Wp dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang kepada Kepala Daerah;
w. Pembebasan Pajak
     Dengan alasan – alasan tertentu, misalnya WP dalam keadaan  rugi, Wp dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan / pemungutan PPh;
x. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
   WP yang telah memenuhi kriteria tertentu atau memenuhi syarat tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
y. Pajak Ditanggung Pemerintah
    Dalam rangka Pelaksanaan proyek pemerintag yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah;
z. Insentif Perpajakan
    Untuk BKP tertentui atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN tidak dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN anatara lain kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku – buku, perlengkapan TNI/ Kepolisian Negara Republik Indonesia. WP yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti kawasan berikut mendapat fasilitas PPN tidak dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku. Termasuk insentif perpajakan adalah penyusutan atau kompensasi kerugian yang lebih lama untuk investasi di daerah atau bidang tertentu.
       Tabel batas waktu pelaporan SPT  dan penyetoran pajak ( Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010
No.
Jenis SPT
Batas waktu pembayaran
Batas waktu pelaporan
PPh Masa, PPN & PPh.BM
1.
PPh Pasal 21/26
Tgl 10 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
2.
PPh Pasal 23/26
Tgl 10 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
3.
PPh Pasal 25
Tgl 15 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
4.
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh DJBC
1 hari setelah dipungut
Secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya
5.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPn BM atas impor
Dilunasi saat pembayaran bea masuk *)
Bersama SPT masa jika PKP
6.
PPh Pasal 22 – Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama saat pembayaran penyerahan barang
Tgl 14 bulan berikut
7.
PPh Pasal 22 – WP badan dalam bidag produksi bahan bakar minyak ( BBM ), gas dan pelumas
Tgl 10 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
8.
PPh Pasal 22 – Pemungut tertentu
Tgl 10 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
9.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) – pemotongan oleh pihak lain
Tgl 10 bulan berikut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan
Tgl 20 bulan berikut
10.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) – dibayar sendiri
Tgl 15 bulan berikut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan
Tgl 20 bulan berikut
11.
PPN dan PPh BM – PKP
Sebelum SPT Masa PPN disampaikan
Akhir bulan berikut
12.
PPN pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean
Tgl 15 bulan berikut #)
Akhir bulan berikut bersama SPT Masa jika PKP
13.
PPN dan PPn BM – bendaharawan pengeluaran
Tgl 7 bulan berikut
Akhir bulan berikutnya
14.
PPN kegiatan membangun sendiri
Tgl 15 bulan berikut #)
Akhir bulan berikut bersama SPT Masa jika PKP
15.
PPN & PPn BM – pemungut selain bendaharawan
Tgl 15 bulan berikut
Akhir bulan berikut
16.
PPh Pasal 15 – pemotongan oleh pihak lain
Tgl 10 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
17.
PPh Pasal 15 – dibayar sendiri
Tgl 15 bulan berikut
Tgl 20 bulan berikut
18.
PPN dan PPn BM – Pejabat penandatangan surat perintah membayar sebagai pemungut
Pada hari yang sama saat pembayaran penyerahan barang melalui KPPN
--
19.
PPh Pasal 25 – WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT masa
Dibayar paling lama pada akhir masa pajak terakhir
Tgl 20 bulan berikut
20.
Selain PPh Pasal 25 – WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa
Dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing – masing jenis pajak
Tgl 20 bulan berikut
PPh Tahunan, PBB, BPHTB
1.
PPh – Badan, PPh – orang pribadi
Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak untuk orang pribadi dan bulan keempat untuk badan
Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak untuk orang pribadi dan bulan keempat untuk badan
2.
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggan diterimanya SPT
----
3.
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan ha katas tanah dan bangunan
----

*) dalam hal bea masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBm atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
#)  orang pribadi atau badan yang bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah disetor dengan menggunakan lembar ketiga SSP ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat usaha atau tempat tinggalnya, paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean.
       Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak dan pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilu yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
       SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak dianggap sah apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah divalidasi dengan NTPN.
2.2 Wewenang dan Kewajiban Fiskus
*      Wewenang Fiskus
Wewenang fiskus adalah sebagai berikut :
1)      Hak menerbitkan NPWP dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Hak menerbitkan NPWP dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak ( NPPKP ) dilakukan secara jabatan oleh karena WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya ke kantor pajak, sesuai Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang KUP. Hal ini dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki kantor pajak ternyata WP atau PKP telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.
2)      Hak menerbitkan surat ketetapan pajak
Berbagai surat ketetapan pajak telah yang merupakan hsk fiskus untuk menerbitkannya adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB ), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB ), Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN). Pengertian menerbitkan surat ketetapan pajak sekaligus juga dalam arti membetulkannya secara jabatan, sesuai Pasal 16 ayat (1) Undang-undang KUP.
3)      Hak menerbitkan surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan
Dalam hal WP tidak melunasi utang pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar setelah jatuh tempo pembayaran, maka fiskus mempunyai hak untuk menerbitkan surat paksa agar WP dalam waktu yang ditentukan, yaitu 2 x 24 jam harus melunasi utang pajaknya. Apabila dalam jangka waktu tersebut WP tetap tidak melunasinya, maka fiskus dapat menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Perintah melaksanakan penyitaan, agar terhadap harta kekayaan wajib pajak dilakukan penyitaan guna sebagai jaminan untuk melunasi utang pajaknya.
4)      Hak Melakukan pemeriksaan dan penyegelan
Hak fiskus untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketemtuan peraturan perundang-undangan perpajakan diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang KUP. Sedangkan terhadap penyegelan dilakukan fiskus terhadap tempat atau ruangan tertentu apabila WP tidak memenuhi kewajibannya, yaitu tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu guna kelancaran pemeriksaan. Penyegelan dimaksudkan untuk mengamankan atau mencegah hilangnya pembukuan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
5)      Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi
Dalam praktik penerbitan surat ketetapan pajak, tentu dapat terjadi adanya ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani WP yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, maka sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terdapat dalam ketetapan pajak tersebut dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur jenderal Pajak. Bahkan karena jabatannya pula dan berlandaskan unsur keadilan, Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
6)      Hak melakukan penyidikan
Penyidikan terhadap WP dapt dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil ( PPNS ) tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang KUP.
7)      Hak melakukan pencegahan
Hak melakukan pencegahan terhadap WP untuk pergi keluar negeri didasarkan pada ketentuan Pasal 29 Undang-undang tentang penagihan pajak dengan surat paksa ( UU PPSP ). Pencegahan dilkakukan apabila WP atau penanggung pajak mempunyai utang sekurang-kurangnya Rp 100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
8)      Hak melakukan penyanderaan
Hak melakukan penyanderaan terhadap WP atau penanggung pajak didasarkan pada ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang PPSP, yaitu apabila masih mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

*      Kewajiban Fiskus
Kewajiban fiskus yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah :
1)      Kewajiban untuk membina WP
Kewajiban fiskus untuk membina WP merupakan satu kewajiban yang sangat penting sekaligus system perpajakan yang dipakai sekarang yang sangat penting sekalipun system perpajakan yang dipakau sekarang adalah system self assessment. Suksesnya penerimaan pajak antara lain juga ditentukan melalui berbagai upaya antara lain pemberian penyuluhan ketentuan perpajakan terbaru, pemberian pengetahuan perpajakan baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.
2)      Kewajiban menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar
Berdasarkan permohonan WP atas adanya kelebihan pembayaran pajak dan fiskus telah melakukan pemeriksaan atas permohonan tersebut, maka sepanjang proses pemeriksaan benar menghasilkan adanya kelebihan pembayaran pajak, fiskus berkewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak lebih bayar (SKPLB) paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima kantor pajak ( pasal 17B UU KUP). Sedangkan untuk WP dengan kriteria tertentu, akan diterbitkan SUrat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima untuk PPh dan paling lambat 1 bulan untuk PPN ( Pasal 17C UU KUP). Yang dimaksud dengan WP dengan kriteria tertentu adalah antara lain yang mempunyai kriteria (penjelasan Pasal 17C ayat 2) :
§  Patuh dalam menyampaikan SPT dan tidak mempunyai tunggakan pajak;
§  Laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
§  Enghitungan jumlah peredaran usaha dan pajaknya mudah diketahui karena berkaitan dengan aturan pemerintah lainnya, seperti peredaran usaha dan PPN atas produses rokok diketahui dari pelaksanaan cukai.
3)      Kewajiban merahasiakan data WP
Setiap petugas pajak, sesuai ketentuan Pasal 34 UU KUP, dilarang mengungkapkan kerahasian WP kepada pihak lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah data perpajakan. Masalah kerahasiaan data dibidang perpajakan merupakan hal yang sangat penting, karena data yang disampaikan oleh WP kepada fiskus bertalian erat dengan masalah data perusahaan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan dan data-data lainnya yang tidak boleh diketahui pihak lain.
4)      Kewajiban melaksanakan putusan
Putusan pengadilan pajak harus diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum. Putusan pengadilan pajak tersebut langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Salinan putusan atau salinan penetapan tersebut akan dikirim kepada para pihak dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal putusan pengadilan pajak diucapkan atau dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggap putusan sela diucapkan. Sesuai pasal 88 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, putusan pengadilan pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
2.3 Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
*      Sistematika Undang – Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
       UU No.6 Tahun 1983 sttdd UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan ( UU KUP ) merupakan ketentuan formal perpajakan yang mengatur tatacara melaksanakan penyetoran dan pelaporan pajak, hak dan kewajiban wajib pajak dan wewenang Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan ketentuan perhitungan pajak yang terutang diatur dalam ketentuan material undang – undang perpajakan, antara lain UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai dan UU Pajak Bumi dan Bangunan.
       Pengertian pajak berdasarkan Pasal 1 UU KUP adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
       System pemungutan pajak adalah system  assessment  yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fungsi Direktorat Jenderal Pajak melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan self assessment tersebut,
       Hal tersebut berbeda dengan system official assessment  yang besarnya pajak yang terutang ditetapkan terlebih dahulu dan WP melaksanakan penyetoran pajak setelah adanya penetapan pajak, contoh : Pajak Bumi dan Bangunan.
UU KUP mengatur mengenai ketentuan perpajakan, antara lain :
*      Pendaftaran NPWP dan atau PKP
       UU KUP mengatur mengenai pihak yang diwajibkan untuk mendaftarkan diri memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP) dan atau Pengusaha Kena Pajak ( PKP ), tatacara pendaftaran dan pencabutannya.
       Pada prinsipnya orang atau badan yang memenuhi syarat subjektif dan objektif UU No. 7 Tahun 1983 sttdd UU No. 36 tahun 2008 ( UU PPh ) mempunyai kewajiban untuk memperoleh NPWP dan pengusaha yang memenuhi syarat subjektif dan objektif menurut UU No. 8 Thaun 1983 sttdd UU No. 42 Tahun 2009 ( UU PPN ) mempunyai kewajiban untuk pengukuhan pengusaha kena pajak.
       NPWP dan atau PKP merupakan identitas diri sebagai sarana administrasi menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sehingga tidak menentukan saat mulai kewajiban perpajakan. Kewajiban perpajakan dimulai adanya kewajiban untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak menurut UU Material Perpajakan ( UU PPh & UU PPN ).
       UU KUP mengatur mengenai tatacara penghapusan NPWP dan atau PKP apabila orang pribadi atau badan sudah tidak memenuhi syarat sebagai WP atau PKP.
       UU KUP mengatur wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan NPWP atau PKP secara jabatan, serta memberikan sanksi perpajakan terkait tidak dilaksanakannya kewajiban pendaftaran NPWP atau PKP.
*      Penyetoran Pajak
       UU KUP mengatur mengenai tatacara dan jangka waktu penyetoran pajak ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi ( bank penerima pembayaran pajak ). Penyetoran pajak tersebut ada yang dilakukan pada suatu saat, masa pajak dan tahun pajak. Kewajiban penyetoran pajak dilakukan setelah kewajiban menghitung pajak yang terutang.
       UU KUP mengatur sanksi perpajakan terkait tidak dilaksanakannya kewajiban penyetoran pajak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dan memberikan hak kepada Wajib Pajak dan PKP antara lain mengajukan permohonan untuk melakukan angsuran dan penudaan pembayaran pajak.
*      Pelaporan Pajak
       UU KUP mengatur mengenai tatacara dan jangka waktu pelaporan pajak. Kewajiban pelaporan pajak dimaksudkan  untuk melaporkan perhitungan dan penyetoran pajak yang telah dilakukannya sehingga kewajiban tersebut dilakukan setelah perhitungan dan penyetoran pajak. Pelaporan tersebut dengan menggunakan Surat Pemberitahuan ( SPT ) baik secara bulanan / masa  ( SPT Masa ) dan secara tahunan ( SPT Tahunan ).
       UU KUP mengatur mengenai sanksi perpajakan terkait tidak dilaksanakannya kewajiban pelaporan pajak dan memeberikan hak kepada Wajib Pajak dan PKP antara lain memperpanjang atau membetulkan SPT Masa atau Tahunan.
*      Restitusi Pajak
       UU KUP mengatur mengenai kelebihan pembayaran pajak. Wajib pajak mengajukan permohonan kelebihan pembayaran pajak tersebut dan Direktur jenderal Pajak melakukan penelitian atau pemeriksaan atas permohonan tersebut.
       Penelitian dilakukan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu atau persyaratan tertentu dengan jangka wkatu yang lebih cepat dibangdingkan pemeriksaan. Wajib Pajak kriteria atau persyaratan tertentu tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
       Restitusi pajak oleh Wajib Pajak lainnya dilakukan melalui pemeriksaan dengan jangka waktu tidak boleh melebihi 12 bulan sejak permohonan diterima.
*      Pembukuan / Pencatatan
       UU KUP mengatur mengenai tatacara dan syarat pembukuan atau pencatatan. Pembukuan atau pencatatan merupakan kewajiban Wajib Pajak atau PKP sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
       UU KUP mengatur mengenai Wajib Pajak yang diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan dan Wajib Pajak yang boleh melaksanakan pencatatan. Pembukuan mencatat seluruh transaksi penjualan yang terkait dengan laporan rugi laba dan neraca, sedangkan pencatatan hanya mencatat transaksi penerimaan penghasilan.
       UU KUP mengatur mengenai sanski perpajakan terkait dengan pembukuan, dan hak Wajib Pajak atau PKP untuk melaksanakan pembukuan berdasarkan tahun buku atau menggunakan Bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika.
*      Pemeriksaan Pajak
        UU KUP mengatur mengenai wewenang dan jangka waktu Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan guna menguju kepatuhan Wajib pajak atau PKP, atau tujuan lainnya.
        UU KUP mengatur mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak saat dilakukan pemeriksaan, antara lain kewajiban meminjamkan pembukuan, kewajiban membantu kelancaran pemeriksaan dan hak meminta dasar perhitungan / koreksi pemeriksaan.
*      Surat Ketetapan Pajak
        UU KUP mengatur mengenai wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak yang merupakan produk hukum hasil pemeriksaan atau penelitian Direktur Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak.
        UU KUP mengatur mengenai hak dan kewajiban atas surat ketetapan pajak tersebut, antara lain :
§  Mempunyai kewajiban untuk membayar pajak yang kurang dibayar dalam surat  ketetapan pajak tersebut.
§  Mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penundaan atau mengangsur jumlah pajak yang kurang dibayar dalam ketetapan pajak.
§  Mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum atas surat ketetapan pajak yang menurut Wajib Pajak tidak atau kurang tepat.
§  Mempunyai hak untuk meminta jumlah kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak.

*      Penagihan Pajak
        UU KUP memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dengan surat paksa apabila jumlah utang pajak sebagaimana tercantum dalam ketetapan pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditetapkan.
        UU KUP mnegatur mengenai tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dan juga mengatur mengenai hak Wajib Pajak atas pelaksanaan penagihan antara lain melakukan upaya gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak yang tidak sesuai ketentuan. Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dimulai dengan penerbitan surat teguran, surat paksa, surat penyitaan, pelelangan, pencekalan dan penyanderaan.
        UU KUP mengatur mengenai hak mendahului utang pajak dibandingkan hutang lainnya, dalam jangka waktu kadaluwarsa penagihan pajak.
*      Tindak Pidana Perpajakan
        UU KUP mengatur mengenai pelanggaran ketentuan perpajakan yang termasuk kategori tindak pidana perpajakan baik karena kealpaan dan kesengajaan, serta sanksi pidana perpajakan.
*      Penyidikan Pajak
        UU KUP mengatur mengenai wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perpajakan.
*      Wakil dan Kuasa Wajib Pajak
        UU KUP mengatur mengenai pihak-pihak yang disebut sebagai Wajib Pajak atau menwakili Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, dan juga mengatur mengenai hak Wajib Pajak untuk menunjuk kuasa khusus kepada pihak lain untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
        UU KUP mengatur syarat bagi pihak-pihak yang menerima surat kuasa dari Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
*      Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP )
        Sistem pemungutan pajak yang dianut dalam undang-undang perpajakan adalah system self assessment yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Setiap Wajib Pajak yang akan melaksanakan hak dan kewajiban dalam melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak harus mempunyai udentitas atau pengenal diri yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
*      Pengertian Dan Fungsi NPWP
        Pasal 1 angka 6 UU KUP menyebutkan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal  diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP :
1)      Sarana administrasi bagi Wajib Pajak dalam setiap melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sntara lain penyetoran dan pelaporan pajak.
2)      Sebagai pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam setiap melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
        NPWP tidak menentukan saat dimulainya kewajibn perpajakan karena kewajiban perpajakan dimulai pada saat adanya kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan sesuai ketentuan UU PPh.
*      Kewajiban Memperoleh NPWP
        Pasal 2 angka 1 UU KUP menyebutkan setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyratan subjektif dan objektif sesuai dengsn ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktur Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.
        Persyaratan subjektif adalah persyaratan mengenai pemenuhan sebagai subjek pajak dalam UU PPh. Persyaratan objektif adalah persyaratan pemenuhan adanya penerimaan atau perolehan objek Pajak Penghasilan menurut UU PPh.
        Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 menyebutkan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif serta mempunyai kewajiban memperoleh NPWP adalah :
1)      Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
2)      Wajib Pajak Badan.
3)      Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ).
Pasal 3 PP No.71 TAHUN 2011 menyebutkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan NPWP dari orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh :
a)      Salah seorang ahli waris ;
b)      Pelaksana wasiat, atau
c)      Pihak yang mengurus harta peninggalan.

*      NPWP Keluarga ( istri dan anak )
        Pasal 8 UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis sehingga penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
        Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya dalan tahun pajak yang sama. Anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah. Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
        Penghasilan suami istri dikenai pajak secara terpisah dan wajib mempunyai NPWP tersendiri apabila :
*      Suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
*      Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
*      Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri.
        Pasal 2 PP No. 74 Tahun 2011 menyebutkan wanita yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan tidak hidup terpisah atau tidak meakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, hak dan kewajiban perpajakannya digabungan dengan hak dan kewajiban suaminya.
*      Jangka Waktu Pendaftaran NPWP
Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2008 menegaskan :
§  Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan yang disetahunkan telah melebihi PTKP.
§  Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan wajib mendaftarkan diri untuk memperleh NPWP paling lama satu bulan setelah usaha mulai dijalankan yaitu saat pendirian atau saat usaha/ pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.

*      Cara Memperoleh NPWP
        Pesyaratan pendaftaran NPWP khusus bagi       WP Perseorangan Usahawan dan WP Badan sebagaimana diatur dalam Keputusan nomor Kep-34/PJ.2/1989 tanggal 10 Juli 1989 disempurnakan dalam SE-07/PJ.24/1993 tanggal 7 juli 1993 dan PER-24/PJ./2009 tanggal 16 Maret 2009 sehingga menjadi sebagai berikut :
a)      Untuk WP Perseorangan Usahawan : pendaftaran NPWP dilampiri dengan :
§  Fotocopy KTP atau fotocopy KK ;
§  Untuk karyawan harus dilengkapi dengan surat ekterangan dari perusahaan;
§  Untuk pengusaha, fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang berwenang;
b)      Untuk WP Badan, pendaftaran NPWP dilampiri dengan :
§  Fotocopy akte pendirian ;
§  Fotocopy KTP atau paspor salah seorang pengurus dan fotocopy KK ;
§  Fotocopy surat izin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.
        Untuk kelengkapan permohonan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ( SP.PKP), wajib pajak perlu melampirkan denah lokasi tempat kegiatan usahanya. Atas permohonan yang memenuhi persyaratan seperti tersebut diatas maka kantor pelayanan pajak akan menerbitkan kartu NPWP, surat keterangan terdaftar (SKT) dan atau SP.PKP dalam jangka waktu 1 hari.
*      Pendaftaran NPWP dan PKP melalui Elektronik ( Elektronik Registration )
        Pendaftaran NPWP dan PKP oleh WP dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib pajak cukup memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP.

*      Tempat Pendaftaran NPWP
Pasal 2 UU KUP menyebutkan :
1)      Wajib Pajak orang pribadi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal sesuai dengan alamat kartu tanda penduduk.
Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai usaha dibeberapa tempat wajib mendaftarkan diri pada KPP tempat tinggal Wajib Pajak dan tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
Pendaftaran di masing-masing tempat usaha tersebut dimaksudkan untuk melakukan pembayaran Pph pasal 25 OP pengusaha tertentu sebesar 0.75% dari peredarab usaha masing-masing tempat usaha. Pelaporan keseluruhan penghasilan dan PPh yang dibayar tersebut dilakukan di KKP tempat tingal Wajib Pajak yang bersangkutan.
2)      Wajib Pajak Badan mendaftarkan diri di KPP tempat kedudukan.
Kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak menurut UU PPh terutang di tempat dilakukannya pembayaran, cabang usaha harus mendaftarkan diri di NPWP untuk melaksanakan kewajiban pemotongan / pemungutan PPh.
3)      Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menetapkan tempat pendaftaran selain tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak Khusus.

*      NPWP Secara Jabatan
        Pasal 2 ayat 4 UU KUP memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri.
*      Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak
        Pasal 2 ayat 4 a UU KUP menegaskan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang ditentukan NPWP dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan paling lama 5 tahun sebelum diterbitkan NPWP
        Ketentuan ini sejalan dengan ketentuan mengenai jangka waktu daluwarsa bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penerbitan ketetapan pajak yang terutang terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai pasal 13 dan 15 UU KUP.
*      Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP
        Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak setelah melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri memperoleh NPWP, maka kewajiban perpajakan berikutnya antara lain :
1)      Melaksanakan pembukuan atau pencatatan sesuai pasal 28 UU KUP. Kewajiban pembukuan atau pencatatan merupakan kewajiban yang timbul sebagai dasar untuk mrnghitung pajak yang terutang.
2)      Menghitung sendiri pajak yang terutang dan menyetorkannya apabila terdapat pajak yang harus disetor tanpa menggantungkan surat ketetapan pajak dari Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 UU KUP dan tempat waktu menyetorkannya sesaui dengan pasal 9 UU KUP. Hal ini merupakan kewajiban perhitungan dan penyetoran dalam system self assessment.
3)      Melaporkan perhitungan dan penyetoran pajak yang telah dilakukan ke kantor pelayanan pajak melalui Surat Pemberitahuan ( SPT ) sesuai Pasal 3 dan 4 UU KUP. Kewajiban pelaporan pajak tersebut dilaukan setelah melakukan perhitungan dan penyetoran pajak dalam system self assessment.
4)      Membantu kelancaran pada saat dilakukan pemeriksaan pajak sesuai Pasal 29 ayat 3 UU KUP, antara lain, memperlihatkan/meminjamkan pembukuan, memberikan keterangan dan memberikan kesempatan. Kewajiban ini timbul karena adanya wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan guna menguji kebenaran penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak yang telah dilakukan Wajib Pajak.

*      Hak Perpajakan Wajib Pajak
        Wajib pajak juga mempunyai hak perpajakan dalam melaksanakan penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak, antara lain :
1)      Terkait penyetoran, berhak mengangsur atau menunda pembayaran pajak sesuai pasal 9 ayat 4 UU KUP dan meminta restitusi/ pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 11 UU KUP.
2)      Terkait pelaporan, berhak memperpanjang penyampaian SPT sesuai Pasal 3 ayat 4 UU KUP dan membetulkan SPT sesuai pasal 8 UU KUP.
3)      Terkait pemeriksaan, berhak meminta dasar koreksi dan menyetujui sebagian atau seluruhnya temuan pemeriksaan.
4)      Terkait hasil pemeriksaan, berhak melakukan keberatan sesuai pasal 25 UU KUP atau mengajukan permohonan peninjauan sesuai Pasal 36 UU KUP atau mengajukan banding atas keputusan keberatan sesuai pasal 27 UU KUP.
5)      Terkait penagihan, berhak mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan. Gugatan tersebut termasuk terhadap keputusan selalin keberatan atau proses penerbitan surat ketetapan pajak atau keputusan keberatan yang tidak sesuai prosedur sesuai pasal 23 UU KUP.

*      Wewenang Direktur Jenderal Pajak
        Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang melakukan pengawasan agar Wajib Pajak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, antara lain :
1)      Melakukan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak atau tujuan lain sesuai Pasal 29 UU KUP.
2)      Melakukan penagihan pajak terhadap pajak yang harus dibayar dalam surat ketetapan pajak atau tambahan pajak dalam keputusan peninjauan, keputusan keberatan atau putusan banding sesuai Pasal 20 UU KUP. Penagih pajak merupakan upaya paksa untuk menagih hutang oajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak yang merupakan hak negara.
3)      Melakukan penyidikan pajak atas ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam melaksanaka self assessment yang termasuk kategori tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 44 UU KUP.
4)      Menerbitkan surat ketetapan pajak apabila berdasarkan penelitian atau pemeriksaan terdaapt jumlah pajak yang kurang dibayar oelh Wajib Pajak sesuai Pasal 13 UU KUP dan Pasla 15 UU KUP.
5)      Melakukan penyegelan tempat ataau ruangan tertentu atau barang bergerak atau barang tidak bergerak milik Wajib Pajak sesuai Pasal 30 UU KUP.

*      Penghapusan NPWP
       Pasal 2 ayat 6 UU KUP jo peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/ PMK.03/2008 menyebutkan kriteria pnghapusan NPWP, yaitu :
1)      Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2)      Wajib Pajak Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha.
3)      Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
4)      Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
5)      Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6)      Penghapusan NPWP bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dalam hal sumai dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
       Penghapusan NPWP dilakukan apabila Wajib Pajak tidak mempunyai hutang pajak atau terdapat utang pajak  namun hak melakukan penagihan telah daluwarsa/ utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, antara lain karena Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan serta tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris yang tidak dapat ditemukan, Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaann.
       Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan penghapusan NPWP melalui pemeriksaan dalam jangka waktu 6 bulan bagi Wajib Pajak orang pribadi dan 12 bulan bagi Wajib Pajak Badan sejak tanggal pernohonan diterima lengkap.
       Pasal 4 PP No. 74 Tahun 2011 menyebutkan penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan pemeriksaan atau verifikasi.(Ilyas & Suhartono, 2013).
*      Saat Hapusnya NPWP dan/atau NP.PKP
       Sesuai peraturan Menteri Keuangan 20/pmk.03/2008 tertanggal 6 Februari 2008, bahwa Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 bulan untuk WP orang pribadi atau 12 bulan untuk WP badan, sejak  tanggal permohonan WP diterima secara lengkap.
       Jika jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan.
       Dan atas permohonan WP untuk melakukan pencabutan pengukuhan PKP, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
       Jika jangka waktu telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan pencabutan pengukuhan PKP dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai pencabutan pengukuhan PKP harus diterbitkan dalam kangka waktu paling lama 1 bulan setelah jangka waktu berakhir.
       Penghapusan NPWP dan atau Pencabutan Pengukuhan PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan WP dan/atau PKP yang bersangkutan.
*      SPT Masa dan SPT Tahunan
       Dilihat dari saat pelaporannya, SPT dapat dibedakan menjadi SPT Masa dan SPT Tahunan. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, seperti ;
§  SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2;
§  SPT Masa PPh Pasal 15;
§  SPT Masa PPh Pasal 19;
§  SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26;
§  SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26;
§  SPT Masa PPh Pasal 25;
§  SPT Masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
§  SPT Masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi pemungut.
       Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian tahun pajak, seperti :
§  SPT Tahunan PPh orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha (1770);
§  SPT Tahunan PPh orang pribadi yang memberitahukan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP orang pribadi ( 1770 Y);
§  SPT Tahunan PPh orang pribadi karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dalam negeri lainnya dan menerima penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final ( 1770 S );
§  SPT Tahunan PPh orang pribadi karyawan yang tidak melakukan pekerjaa  bebas atau kegiatan usaha yang penghasilan brutonya tidak melebihi Rp 60 juta per tahun ( 1770SS ) sesuai SE-21/PJ./2009 dan PP 07/PJ.2009;
§  SPT Tahunan PPh WP Badan ( 1771 );
§  SPT Tahunan PPh WP Badan yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat  ( 1771 $);
§  SPT Tahunan PPh WP Badan yang mengajukan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan (1771 Y).

*      Fungsi SPT
       Fungsi Surat Pemberitahuan bagi WP PPh adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan memperhitungkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang ;
1)      Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak;
2)      Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
3)      Harta dan kewajiban, dan/atau;
4)      Pembayaran dari pemotong atau pemungt tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 Masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.4 Sanksi Administrasi dan Pidana Perpajakan
       SPT yang tidak disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakana sanksi administrasi berupa denda ( undang-undang no.16 tahun 2000 ), tentang KUP :
a. Rp 50.000,00 untuk SPT Masa ;
b. Rp 100.000,00 untuk SPT Tahunan.
       Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang mulai berlaku 1 Januari 2008, apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu seperti ketentuan diatas atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan :
1)      Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 untuk surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai,
2)      Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 untuk surat pemberitahuan masa lainnya, dan
3)      Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1000.000,00 untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, serta
4)      Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi.(Sumarsan, Thomas, SE., 2013)



*    Daftar Sanksi Administrasi
No.
Pasal
Masalah
Sanksi
( Rp )
Keterangan

1.
7 (1)
SPT terlambat disampaikan :




1. masa




a. PPN
500.000
Per SPT


b. lainnya
100.000
Per SPT


2. tahunan




a. orang pribadi
100.000
Per SPT


b. badan
1000.000
Per SPT
2.
8 ((3)
Pembetulan sendiri dan belum disidik
150 %
Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3.
14 (4)
a. pengusaha kena PPN tidak PKP
2 %
Lebih besar dari DPP


b. pengusaha tidak PKP buat faktur pajak
2 %


c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap
2 %
Bunga
1.
8 (2)
Pembetulan SPT dalam 2 tahun
2 %
Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2.
9 (2a)
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
2 %
Per bulan, dari junlah pajak terutang
3.
13 (2)
Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB
2 %
Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, maks 24 bulan
4.
13 (5)
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48 %
Dari jumlah pajak yang tidak mau atau kurang dibayar
5.
14 (3)
a. PPh tahunan berjalan tidak / kurang bayar
2 %
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maks 24 bulan


b. SPT kurang bayar
2 %
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maks. 24 bulan
6.
15 (4)
SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48 %
Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7.
19 (1)
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkam kurang bayar terlambat dibayar
2 %
Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak attau kurang dibayar
8.
19 (2)
Mengangsur atau menunda
2 %
Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9.
19 (3)
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2 %
Atas kekurangan pembayaran pajak
Kenaikan
1.
8 (5)
Pengungkapan ketidakbenaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
50 %
Dari pajak yang kurang dibayar
2.
13 (3)
Apabila SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tariff 0 %, tidak terpenuhinya pasal 28 dan 29
200 %
Dari pajak yang kurang dibayar


a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
50 %
Dari PPh yang tidak / kurang dibayar


b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
100 %
Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut


c. PPN/PPnBM tidak / kurang dibayar
100 %
Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3.
15 (2)
Kekurangan pajak pada SKPKBT
100 %
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
(Prasetyono, 2012)
       Dalam hukum pajak disamping sanksi administrative terdapat juga sanksi pidana. Sanksi administrative dijatuhkan untuk pelanggaran – pelanggaran yang sifatnya ringan. Hukum pidana merupakan ancaman bagi WP yang bertindak tidak jujur. Adanya tindak pidana perpajakan ini dapat dilihat dalam ketentuan UU KUP.
       Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh WP sepanjang menyangkut tindakan administrative perpajakan dikenakan sanksi administrative dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau STP, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenakan sanksi pidana. Dan untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindakan di bidang perpajakan maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perpajakan.
*      Sanksi Pidana Karena Kealpaan Dan Bukan Pertama Kali Dilakukan

Setiap orang yang karena kealpaannya :
a)      Tidak menyampaikan SPT; atau
b)      Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP, didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
       Perbuatan atau tindakan di atas merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan. Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran WP untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau kuran mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
*      Sanksi Administrative Karena Kealpaan Dan Pertama Kali Dilakukan
Pasal 13A UU KUP menyatakan bahwa WP yang karena kealpaannya :
a)      Tidak menyampaikan SPT;
b)      Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
c)      Melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
       Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenal sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP tetapi WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB.
*      Sanksi Pidana Karena Kesengajaan Dan Pertama Kali Dilakukan
Kemudian, setiap orang yang dengan sengaja :
a)      Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
b)      Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP;
c)      Tidak menyampaikan SPT;
d)     Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e)      Menolah untuk dilakukan pemeriksaan pajak;
f)       Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-oleh benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g)      Tidak menyelenggarakn pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lain;
h)      Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia.
i)        Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
       Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lana 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
       Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan negara dan perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, bukan kekhilafan atau kealpaan. Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP. Seringkali subjek pajak menghindar dari kewajiban perpajakan dengan meminjam NPWP atau pengukuhan PKP milik pihak lain. Hal ini termasuk yang diancam sanksi pidana karena kesengajaan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana :
a)      Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukunan PKP, atau
b)      Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
       Dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yabg dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. Perbuatan ini sangat merugikan Negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik sendiri.
       Bagaimana jika WP nyata-nyata atau terbukti melakukan perbuatan yang dilarang tersebut sehingga rumusan percobaan melakukan perbuatan terlampaui, sanksi pidana apa yang harus diterapkan ? tentu saja Wajib Pajak tetap dikenakan sanksi dengan sanksi pidana sebagaimana yang diatur pada sanski pidana karena kesengajaan dan pertama kali dilakukan.
       Ketentuan diatas berlaku juga bagi wakil, kuasa, pengawai dari WP atau pihak lain yang menyuruh melakukan yang turut serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Dengan demikian, yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada WP, wakil WP, kuasa WP, pegawai WP, Akuntan Publik, Konsultan Pajak atau pihak lain, tetapi juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
*      Sanksi Pidana Karena Kesengajaan Dan Bukan Pertama Kali Dilakukan
       Pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana yang sama apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum leawat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai pidana lebih berat, yaitu ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana sehingga misalnya WP mengulangi perbuatannya dengan sengaja sebelum lewat 1 tahun maka WP diancam dengan sanksi pidana dua kali lipat dari sanksi pidana sebelumnya.
       Ketentuan ini secara jelas dan tegas membatasu jangka waktu sanksi pidana terhadap WP yang kambuhan melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan. Masalahnya, bagaiman jika WP kambuh melakukan tindaj pidana setelah lewat 1 tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan? Sanksi apa yang harus dikenakan? Tentu saja WP harus dikenakan sanksi pidana, tetapi dengan menggunakan kalusul atau aturan mengenai sanksi pidana ksrena kesengajaan dan pertama kali dilakukan.
*      Daluarsa Tindak Pidana
       Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
*      Sanksi Tidak Mendaftarkan Diri NPWP ; Sanksi Administrasi
       Disamping penerbitan NPWP secara jabatan, pasal 13 UU KUP memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menagih pajak yang terutang sebelum NPWP diterbitkan. Pajak yang terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkan ketetapan pajak.
*      Sanksi Tidak Mendaftarkan diri NPWP : Sanksi Pidana
Pasal 39 UU KUP menegaskan :
       Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
       Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonam restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
*      Sanksi Kurungan Tidak Menyampaikan SPT

       Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai berlaku 1 Januari 2008, apabila Wajib Pajak alpa dalam hal :
§  Surat pemberitahuan tidak disampaikan, atau
§  Menyampaikan surat pemberitahuan, tetap isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara ;
§  Dan perbuatan tersebut diatas merupakan perbuatan yang kedua kali setelah perbuatan yang pertama kali Wajib Pajak tersebutv telah wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutahg berserta sanski administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar ;
§  Atas perbuatannta yang kedua kali, wajib pajak didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang tang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
[ Pasal 38 UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ]
       Kealpaan yang dimaksud diatas berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan krugian pada pendapatan negara.
Selanjutnya setiap orang yang dengan sengaja :
a)      Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ;
b)      Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP ;
c)      Tidak menyampaikan surat pemberitahuan ;
d)     Menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
       Sehingga perbuatan Wajib Pajak diatas daapt menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikiy 2 kali  jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
[ Pasal 39 ayat 1 UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ].
       Hukuman pidana sebagaimana dikenakan pada Wajib Pajak diatas ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sbeelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
[ Pasal 39 ayat 2 UU No. 28 taun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan  Tata Cara Perpajakan ].
§  Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Atas Tidak Dilapornya SPT
       Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud diatas tidak dilakukan terhadap :
1)      Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
2)      Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukaan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
3)      Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia;
4)      Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5)      Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6)      Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7)      Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengna Peraturan Menteri Keuangan, seperti ;
·         Kerusuhan massal;
·         Kebakaran;
·         Ledakan bom atau aksi terorisme;
·         Perang antarsuku; atau
·         Kegagalan system computer administrasi penerimaan negara atau perpajakan; atau
8)      Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
  

    BAB III
Pajak Penghasilan

       Pajak Penghasilan ( PPh ) adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan memberikan kontribusi signifikan kepada penerimaan negara. Kontribusi PPh kepada penerimaan negara diharapkan semakin meningkat sebagai cerminan kepedulian pihak yang dianggap memiliki penghasilan berlebih oleh Undang-Undang kepada pembiayaan negara. Kontribusi PPh pada khusunya dan penerimaan pajak pada umumnya menggantikan peran penerimaan negara dari minyak. PPh merupakan pajak langsung karena beban pajak ini langsung dipikul oleh penerima atau pemilik penghasilan. Oleh kareba itu, PPh merupakan pajak subjektif karena pengenaan dan beban ditujukan terhadap subjek pajak.
       Pada dasarnya mekanisme penggenaan PPh dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain dan penyetoran sendiri oleh WP. Konsekuensinya, pertanggungjawaban kepatuhan PPh juga terbagi dua yakni pertanggungjawaban atas kewajiban beban pajaknya sendiri yang dilaporkan secara tahunan dan pertanggungjawaban setiap masa pajak ( bulan ) atas kewajiban beban pajak milih pihak lain yang telah dipungut atrau dipotong. Oleh karena itu, pembahasan PPh sangat  bervariatif sesuai dengan jenis-jenis PPh yang bervariatif. Bab ini mwnjelaskan konsep umum PPh.
       Dasar hukum PPh adalah Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4893 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985 ) yang merupakan perubahan keempat artas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang PPh ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263 ).
3.1 Subjek Pajak
       Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan merupakan kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu menjadi mempunyai kewajiban pajak dan disebut wajib pajak.
       Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak terdiri atas tiga jenis, yaitu  orang pribadi, badan dan warisan. Sementara subjek pajak digolongkan menjadi subjek pajak dalan negeri dan subjek pajak luar negeri.(Prasetyono, 2012)
*      Subjek Pajak Dalam Negeri
Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
a)      Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
b)      Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
c)      Badan yang didirikan atau bertempat kedudukannya di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
§  Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
§  Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
§  Penerimannya dimasukkan dalam anggara pemerintah pusat atau pemerintah daerah;
§  Pembukuannya diperiksa oleh aparat oengawasan fungsional negara.
d)     Warisan yang belum terbagi dengan satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

*      Subjek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah :
a)      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
b)      Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
c)      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
d)     Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi perbedaan antara subjek pajak dalam negeri dengan subjek pajak luar negeri adalah :
No.
Keterangan
Subjek Dalam Negeri
Subjek Luar Negeri
1.
Orang Pribadi
Bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, kecuali adanya perjanjian P3B.
Bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari kecuali adanya perjanjian P3B.
2.
Badan
Didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
Tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia.

3.
Sumber Penghasilan
Dari Indonesia + Luar Indonesia > azas domisili.
Dari Indonesia saja. Azas sumber.
4.
Penghasilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan Netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperbolehkan untuk mengurangi penghasilan ataupun penghasilan neto diperoleh dengan mengalikan persentase perhitungan neto yang ditetapkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Pajak.
Contoh : pembayaran accounting fee ke prusahaan akuntan di Indonesia sebesar Rp 10 juta. Jadi penghasilan yang dikenakan pajak adalah 50% X Rp 10 juta = Rp 5 juta.
Penghasilan yang dibayarkan kepada perushaaan di luar negeri.
Contoh : pembayaran accounting fee kepada perusahaan akuntan di Singapura equivalen dengan Rp 10 juta. Jadi penghasilan yang dikenakan pajak adalah Rp 10 juta.
5.
Tarif Pajak
Tarif pajak umum yaitu tarif pasal 17 UU PPh atau tarif khusus. Seperti contoh diatas, tarif pajak yang berlaku adalah 5%, maka jumlah pajak yang dipotong adalah 5% X Rp 5 juta = Rp 250.000
Tarif pajak sesuai PPh Pasal 26 yaitu 20% kecuali adanya perjanjian P3B. Jika diasumsikan bahwa kantor Akuntan di Singapura tidak memperoleh surat domisili sehingga tariff pajak yang dikenakan adlaah 20%, sehingga besarnya pajak adalah 20% X Rp10 juta = Rp 2000.000
6.
SPT Masa
Wajib menyampaikan SPT Masa.
Tidak wajib menyampaikan SPT Masa.
7.
SPT Tahunan
Wajib menyampaikan SPT Tahunan
Tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan

*      Kewajiban Pajak Subjektif
       Kewajiban Pajak Subjektif mengandung arti bahwa seseorang, sesuatu  badan sudah memenuhi syarat untuk dikenakan Pajak Penghasilan dilihat dari sudut subjeknya. Apabila subjek pajak ini menerima atau memperoleh penghasilan, maka ia dapat dikenakan Pajak Penghasilan. Jadi, kewajiban pajak subjektif ini sangat penting maknanya dalam Pajak Penghasulan karena merupakan dasar dalam pengenaan Pajak Penghasilan. Dengan demikian, kapan seseorang, sesuatu atau badan mulai meemnuhi syarat kewajiban pajak subjektif adalah sangat penting dalam Pajak Penghasilan. Begitu juga dengan berakhirnya kewajiban pajak subjektif. Kapan dimulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ini adalah sebagai berikut :
§  Untuk subjek pajak orang pribadi dalam negeri
Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meniggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
§  Untuk subjek pajak badan dalam negeri
Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat tinggal kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
§  Untuk subjek pajak luar negeri berupa BUT :
Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
§  Untuk subjek pajak luar negeri non BUT
Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
§  Untuk warisan yang belum dibagi
Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dan berakhir pada saat warisan telah selesai dibagikan.
Jangka waktu pengenaan Pajak Penghasilan ini dinamakan tahun pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 UU Pajak Penghasilan. Tahun pajak ini pada umumnya adalah tahun takwim mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Jika kewajiban pajak subjektif bermula atau berakhir di pertengahan akhir pajak, maka pengenaan pajal inii tidak penuh dalam satu tahun pajak tetapi dalam bagian tahun pajak.
*      Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1)      Kantor perwakilan negara asing;
2)      Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memeperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan  timbal balik;
3)      Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :
a)      Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b)      Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4)      Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan meteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesiavdan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

*      Mulai Berakhirnya Subjek Pajak
       Penentuan mulai dan berakhirnya subjek pajak mempunyai akibat saat  berakhirnya kewajiban perpajakan, serta jumlah prnghasilan yang dikenakan terhadap subjek pajak tersebut apakah hanya atas penghasilan dalam negeri atau dikenakan atas seluruh penghasilan baik dalam negeri maupun luar negeri.
§  Orang Pribadi
Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
§  Badan Dalam Negeri
Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saa dibubarkan atau tidak lagi bertempat  kedudukan di Indonesia.
§  Bentuk Usaha Tetap ( BUT )
       Dimula pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang memenuhi syarat bentuk usaha tetap dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
§  Subjek Pajak Luar Negeri
       Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
§  Warisan belum Terbagi
       Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
3.2 Objek Pajak
       Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajin pajak ( WP ), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk :
a)   Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang pajak penghasilan;
b)   Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c)   Laba usaha, adalah selisih lebih antara penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan dan beban-beban usaha;
d)  Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, termasuk :
1)      Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2)      Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
3)      Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
4)      Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan/badan pendidikan/badan social/ pengusaha kecil termauk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e)   Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f)    Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g)   Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h)   Royalty;
i)     Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j)     Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k)   Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sanpai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
l)     Keuntugan karena selisih kurs mata uang asing;
m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n)   Premi asuransi;
o)   Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p)   Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q)   Penghasilan daru usaha berbasis syariah;
r)    Surplus Bank Indonesia, dan
s)    Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai KUP.

*      Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Tertentu

       Sesuai dengan pengetian tentang penghasilan yang luas, yang dianut oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, penghasilan dibawah ini dapat dikenai pajak bersifat final :
a)      Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya berupa obligasi dan surat utang negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada snggota koperasi orang pribadi;
b)      Penghasilan berupa hadiah undian;
c)      Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa dan transaski penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d)     Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan bangunan; dan
e)      Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

*   Penghasilan Bukan Objek PPh
       Pasal 4 ayat 3 UU PPh menyebutkan jenis penghasilan yang bukan objek pajak PPh sehingga penerimaan penghasilan tersebut tidak terutang pajak penghasilan meskipun diterima oleh subjek pajak. Berdasarkan penafsiran terbalik, seluruh jenis penghasilan yang tidak termasuk penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan merupakan objek dan terutang pajak penghasilan.
*      Tidak Termasuk Objek Pajak
Sementara, yang tidak termasuk objek pajak, diantaranya sebagai berikut :
a)      Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
b)      Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri kuuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c)      Warisan;
d)     Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
e)      Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah;
f)       Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
g)      Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
1)      Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; serta
2)      Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemiliksn saham pada badan yang memeberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
h)      Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
i)        Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan;
j)        Bagian
k)       laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
l)        Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama lima tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
m)    Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1)      Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, dan
2)      Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.(Prasetyono, 2012)
3.3 Beban – Beban
       Beban-beban yang daapt dikurangkan dari penghasilan bruto bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a)      Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari sat tahun;
b)      Beban yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, baik itu merupakan aktiva tetap ataupun pengeluaran yang bersifat sebagai pembayaran di muka.
       Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya admnistarasi dan bunga, biaya rutin pengloahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
       Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
3.4 Metode Penyusutan
       Menurut Pasal 6 ayat 1 huruf b, penyusutan ( depresiasi ) dan amortisasi merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sehingga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Penyusutan adalah pengalokasian harga perolehan untuk harta tetap berwujud, sedangkan amortisasi merupakan konsep alokasi harga perolehan untuk harta tidak berwujud dan hak pengelolaan sumber daya alam (deplesi).
*      Penyusutan
       Penyusutan diterapkan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui metode penyusutan.
*      Metode Penyusutan
Metode penyusutan yang diperbolehkan adalah :
a)      Metode garis lurus (straight-line method), yaitu metode dengan bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan untuk harta tersebut. Penyusutan dengan metode garis lurus berlaku untuk harta berwujud berupa bangunan atau selain bangunan.
b)      Metode saldo menurun (declining balance method), yaitu metode dengan bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tariff penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Penyusutan dengan metode saldo menurun hanya berlaku untuk harta berwujud selain bangunan.
       Pengunaan metode penyusutan atas harta yang dipilih oleh WP harus dilakukan secara taat azaz ( konsisten ).
       Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak gunan usaha dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pakai pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya. Sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak tersebut.
*      Pengelompokan Harta Berwujud
Harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a)      Harta berwujud yang bukan berupa bangunan. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
b)      Harta berwujud yang berupa bangunan. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
       Menyimpang dari pengelompokam harta berwujud yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, WP dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya. Untuk memperoleh penetapan dimaksud, WP harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan. Dalam hal permohonan ditolak, WP menggunakan masa manfaat jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan sebagaiman diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Harta berwujud berupa bangunan dibagi menajdi dua, yaitu :
1)      Permanen, masa manfaat 20 tahun;
2)      Tidak permanen yakni bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau dapat dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.

*      Tariff Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan



Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12.5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6.25%
12.5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
II. Bangunan



Permanen
20 tahun
5%
-
Tidak Permanen
10 tahun
10%
-
(Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI., BKP., CICA., CPA., CRMA, 2013)
*      Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok I
No.
Jenis Usaha
Jenis Harta
1.
Semua jenis usaha
a. mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.
b. mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplicator, mesin fotocopi, mesin pembukuan/akunting, computer, printer, scanner dan sejenisnya.
c. perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/cassette, video recorder, televise dan sejenisnya.
d. sepeda motor, sepede dan becak.
e. alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan.
f. dies, jigs dan mould.
g. alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, facsimile, telepon seluler dan sejenisnya.
2.
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan.
Alat yang digerakkan dengan mesin seperti cangkul, peternakan, perikanan, garu dll.
3.
Industry makanan dan minuman
Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet dan sejenisnya.
4.
Transportasi dan pegudangan
Mobil, taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum.
5.
Industry semi konduktor
Flash memory tester, writer machine, bipolar test system, eliminator (PE8-1), pose checker.
6.
Jasa persewaan peralatan tambat air dalam
Anchor, anhor chains, polyester rope, steel buoys, steel wire ropes, mooring accessories.
7.
Jasa telekomunikasi seluler
base station controller.

*      Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok 2
No.
Jenis Usaha
Jenis Harta
1.
Semua jenis usaha
a. mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angina dan sejenisnya.
b. mobil, truk, bus, speed boat dan sejenisnya.
c. container dan sejenisnya.
2.
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan
a. mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b. mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memprodukasi bahan atau barang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
3.
Industry makanan dan minuman
a. mesin yang mengolag produk asal binatang, ungags dan perikanan, misalnya pabrik susu, penggalengan ikan.
b. mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioca.
c. mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan minuman segala jenis.
d. mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan segala jenis.
4.
Industry mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit dan pompa air).
5.
Perkayuan, kehutanan
a. mesin dan peralatan penebangan kayu.
b. mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang kehutanan.

6.
Kontruksi
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane, bulldozer dan sejenisnya.
7.
Transportasi dan pergudangan
a. truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truk ngangkang dan sejenisnya.
b. kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambanng dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT.
c. kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT.
d. perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT.
e. kapal balon.
8.
Telekomunikasi
a. perangkat pesawat telepon.
b. pesawat telegraf, termauk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.
9.
Industry semi konduktor
Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing machine, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inseter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull tester.
10.
Jasa persewaan peralatan tambat air dalam
Spooling machines, petocean data collector.
11.
Jasa telekomunikasi seluler
Mobile switching center, home location register, visitor location register, authentication center, equipment identity register, intelligent network service control point, intelligent network service management point, radio base station, transceiver unit, terminal SDH/Mini link, anthena.

*      Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok 3
No.
Jenis Usaha
Jenis Harta
1.
Pertambangan selain minyak dan gas
Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.
2.
Pemintalan, penenunan dan pencelupan
a. mesin yan mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil ( misalnya kain katun, sutra serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
b.mesin untuk preparation, bleaching, dyeing, printing, finshing, texturing, packaging dan sejenisnya.
3.
Perkayuan
a. mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b. mesin dan peralatan penggergajian kayu.
4.
Industry kimia
a.  mesin dan peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industry kimia dan industry yang ada hubungannya dengan industry kimia ( misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dari logam mulia, elemen radio aktif, isotope, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinoda wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan obat organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.
b. mesin yag mengolah/menghasilkan produk industry lainnya (misalnya dmaar tiruan, bahan plastic, ester da eter dari selulosa, karet, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).
5.
Industry mesin
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin, mobil, mesin kapal).
6.
Transportasi dan pergudangan
a. kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat diatas 100 DWT sampai dengan 1000 DWT.
b. kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat diatas 100 DWT sampai dengan 1000 DWT.
c. dok terapung.
d. perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat diatas 250 DWT.
e. pesawat terbang dan helicopter-helikopter segala jenis.
7.
telekomunikasi
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.

*      Jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok 4
No.
Jenis Usaha
Jenis Harta
1.
Konstruksi
Mesin berat untuk kontruksi
2.
Transportasi dan pergudangan
a. lokomotif uap dan tender atas rel.
b. lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga lsitrik dari sumber luar.
c. lokomotif atas rel lainnya.
d. kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk container khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat pengangkutan.
e. kapal penumpang, kapal barang, kapal khusu dibuat untuk pengangkutan barang tertentu ( misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dsb) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sebagainya yang mempunyai berat diats 1000 DWT.
f. dok-dok terapung

3.5 Tarif PPh
      Tariff Pasal 17 ini diterapkan untuk menghitung PPh Tahunan Terutang oleh WP Dalam Negeri dan WP BUT. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
·         Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
15%
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
25%
Diatas d Rp 500.000.000,00
30%

·         Untuk Wajib Pajak Badan Dalam negeri

Tarif Pajak
WP Badan pada umumnya dan BUT
25%*
WP Badan yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di BEI dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya serta peredaran brutonya lebih dari Rp 50.000.000.000,00
20%
WP Badan yabg peredaran brutonya sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% dari tariff 25% yang dikenakan atas PKP dari bagian perderan bruto **) sampai dengan Rp 4.800.000.000,00

*) berlaku mulai tahun 2010
**) bagian peredaran bruto dapat dinaikkan atau dirubah dengan Peraturan Pemerintah


BAB IV
Pajak Penghasilan Bulanan Tetap / Tidak Tetap
4.1 Penghasilan Bruto
       Jumlah dari penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur adalah penghasilan bruto. Khusus penghasilan dan jasa ( karena dikenai juga PPN ), pengertian penghasilan bruto ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
       Dalam penghitungan PPh Pasal 21, penghasilan dari jasa, penghasilan dari kegiatan dan penghasilan tidak teratur dari pekerjaan tidak disetahunkan.  
4.2 Pengurang Atas Penghasilan Bruto
       Beban-beban yang daapt dikurangkan dari penghasilan bruto bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a)      Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari sat tahun;
b)      Beban yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, baik itu merupakan aktiva tetap ataupun pengeluaran yang bersifat sebagai pembayaran di muka.
       Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya admnistarasi dan bunga, biaya rutin pengloahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
       Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
       Yang termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebagai berikut :
Biaya-biaya tersebut antara lain :
1)      Biaya pembelian bahan;
2)      Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3)      Bunga, sewa dan royalty;
4)      Biaya perjalanan;
5)      Biaya pengolahan limbah;
6)      Premi asuransi;
7)      Biaya promosi dan penjualan;
8)      Biaya administrasi; dan
9)      Pajak kecuali pajak penghasilan.
       Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran yang bersangkutan.
       Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha  atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
       Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak dibebankan sebagai biaya.
*      Pengurangan Penghasilan Bruto Yang Tidak Diperkenankan
       Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Namun, dalam menentukan biaya untuk menentukan besarnya PKP bagi WP dalam negeri dan BUT terdapat pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto yakni meliputi pengeluaran yang sifatnya adalah pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.
Biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah :
1)      Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi karena pmbagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini;
2)      Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar olehh perusahaan  untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya;
3)      Pembentukan atau pemupukan dana cadangan ( penyisihan );
4)      Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, yang dibayar sendiri oleh WP orang pribadi kaena pada saat orang pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak ( lihat kembali penghasilan yang bukan objek pajak ) kecuali jika premia asuransi dibayar oleh pemebri kerja dan premi tersebut dihitung sebagai atau menjadi penghasilan bagi WP orang pribadi yang bersangkutan;
5)      Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
6)      PPh yang terutang oleh WP yang bersangkutan;
7)      Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya;
8)      Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai  satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji;
9)      Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denfa yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
10)  Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2010 disargio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan nilai pasar saham bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto.
4.3 PTKP
       Tariff PTKP terbaru atau pun tariff PTKP 2017 masih sama dengan tariff PTKP 2016 yang masih mengacu pada peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016, Peraturan Menteri keuangan yaitu PMK No. 101/PMK.010/2016 dan PMK No.102/PMK.010/2016 pada tanggal 22 Juni 2016 dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016.
       Tariff PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No. 101/pmk.010/2016 adalah sebagai berikut :
§  Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
§  Rp 4.500.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin
§  Rp 54.000.000,00 untuk istri dengan penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
§  Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dam keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggugan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
4.4 Tarif Pajak
       Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
15%
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
25%
Diatas d Rp 500.000.000,00
30%

4.5 Besarnya Pajak Terutang
1.      Untuk menghitung PPh Pasal 21, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi selutuh gaji, tunjangan dan pembayaran teratur termasuk lembur dan pembayaran sejenisnya.
2.      Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek,premi jaminan pemeliharaan kecelakaan, premi jaminan kematian dan sejenisnya. Dalam menghitung PPh pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
3.      Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatsn, iuran pensiun, iuran JHT, iuran Tunjangan hari tua yang dibayar oleh pegawai yang bersangkutan.
4.      Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah oenghasilan neto sebulan dikalikan 12.
5.      Selanjutnya dihitung PKP sebagai dasar penerapan tariff pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun, dikurangi dengan PTKP.
6.      Setelah diperoleh PPh terutang dengan menetapkan tariff pasal 17 UU Pph terhadap PKP, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar :
§  Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan dibagi dengan 12, atau
§  Jumlah PPh pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh yang terutang dan telah diperhitungkan pada pemberi kerja sebelumnya sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal 21, jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain, dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan bekerja, atas penghasilan,

BAB V
Pajak Penghasilan Pasal 21 Mingguan / Harian
5.1 Penghasilan Bruto
       Jumlah dari penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur adalah penghasilan bruto. Khusus penghasilan dan jasa ( karena dikenai juga PPN ), pengertian penghasilan bruto ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
       Dalam penghitungan PPh Pasal 21, penghasilan dari jasa, penghasilan dari kegiatan dan penghasilan tidak teratur dari pekerjaan tidak disetahunkan. 
5.2 Pengurang Atas Penghasilan bruto
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan :
1)      Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan.
2)      Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan.
3)      Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
5.3 PTKP
       Tariff PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No. 101/pmk.010/2016 adalah sebagai berikut :
§  Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
§  Rp 4.500.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin
§  Rp 54.000.000,00 untuk istri dengan penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
§  Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dam keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggugan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
5.4 Tarif Pajak
       Penerapan tariff progresif kepada pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. Atas Penghasilan Kena Pajak yang diterima atau diperoleh :
a.       Pegawai tetap;
b.      Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan;
c.       Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan.
Diterapakn tariff progresif Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
15%
Diatas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
25%
Diatas d Rp 500.000.000,00
30%

       Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenakan tariff PPh 21 sebesar 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.
5.5 Besarnya Pajak Terutang
       Apabila pajak terutang oleh pemberui kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk perhitungan PPh pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan factor perkalian sebagai berikut :
§  Gaji untuk masa seminggu dikalikan 4,
§  Gaji untuk masa sehari dikalikan 26.
Selanjutnya dilakukan perhitungan PPh pasal 21 sebulan dengan cara seperti diatas :
PPh pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 26.



Daftar Pustaka
Ilyas, D. Wi., & Suhartono, R. (2013). Perpajakan : Pembahasan Lnegkap Berdasarkan Perundang-Undangan dan Aturan Pelaksanaan Terbaru (2nd ed.). Jakarta: Mitra Wacana Media.
Prasetyono, D. S. (2012). Buku Pintar pajak. (K. Nana, Ed.). Yogyakarta: Laksana.
Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI., BKP., CICA., CPA., CRMA, C. (2013). Perpajakan Indonesia ( Pembahasan Lengkap & Terkini Disertai CD Pratikum ). (M. Nazir, Nazmel Drs. Ak, Ed.) (Edisi 2 Re). Jakarta.
Sumarsan, Thomas, SE., M. (2013). Perpajakan Indonesia : Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru. (Edisi 3). Medan: PT. Indeks.




  

Komentar

  1. Betway Casino - JTM Hub
    Betway Casino is a trusted online 강원도 출장마사지 casino and sportsbook with a sportsbook, a 천안 출장샵 casino, and 서귀포 출장마사지 casino experience. 나주 출장마사지 It's got loads 안성 출장샵 of betting options, you can play,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERTAS KERJA PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN KINERJA (AUDIT PERFORMANCE)