PERPAJAKAN


TUGAS MANDIRI
Perpajakan

RESUME MATERI PERPAJAKAN



Nama : Jenni
NPM : 150810015
                               Dosen : Viola Syukrina E Jansrol, S.E., M.M.
Program Studi : Akuntansi




FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga Tugas Mandiri ini dapat diselesaikan dengan baik walaupun masih terdapat kekurangan namun diharapkan dapat diperbaiki kedepannya.
Tugas Mandiri dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan suatu mata kuliah “Perpajakan” di Universitas Putera Batam (UPB).
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran kepada berbagai pihak untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan kinerja untuk kedepannya.




                            
                                                                                             Batam, 02 Januari 2018

                                                                                                                                                                                                                                                                             Jenni




  
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……...………………………………………….……………..…ii
Daftar Isi…………………..………………………….………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………...……………....1
1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………………1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………3
2.1. Pajak Penghasilan Badan……………………………………...……...………3    
     2.1.2. Perhitungan Penghasilan Bruto……………….….……………………...3
2.2. Koreksi Fiskal………………………………………………………………...4

2.3. Pengantar dan Perhitungan  PPN Dan PPn.bm…………………………….....5
     2.3.1. Mekanisme PPN dan PPn-BMB  ……………………………………….5
     2.3.2. Subjek dan Objek PPN………………………………………………..…6
     2.3.3. Cara Menghitung PPN dan PPn.BM………………………………….....7
     2.3.4. Faktur Pajak…………………………………………………………..….9
2.4. Pajak Bumi dan Bangunan ………………………………...………………..10
     2.4.1. Pengertian PBB…………………………………………………...…....10
     2.4.2. Obyek dan Subyek PBB………………………………………………..10
     2.4.3. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung PBB……………………..…...11
     2.4.4. Tarif PBB…………………......………………………………………..11
     2.4.5. SPOP. SPPT, dan STP/SKP…...…………………………………...…..11
     2.4.6. Keberatan dan banding………………..………...……………………..12
2.5. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan …………………………………....12
     2.5.1. Cara Penghitungan Pajak PBB………………………………….……...12
2.6.  Bea Materai…………………………...………………………………….…14
     2.6.1.  Dasar Hukum…………………………………...………………..…….14
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..15
3.1. Kesimpulan…………………………………………….…………………….15
Daftar Pustaka……………………………………………………………………16



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
      Pajak merupakan pendapatan terbesar bagi negara karena hamper semua kegiatan yang dilakukan masyarakat dikenakan pajak. Mislanya berbelanja kebutuhan sehari-hari, pembelian alat elektronik, ekspor impor barang dagang. Bahkan penghasilan, baik gaji maupun bonus juga dikenakan pajak.
      Pajak merupakan sector pemasukan terbesar kas negara. Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imblan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
      Sebesar 70% lebih penerimaan negara Republik Indonesia bersumber dari pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah. Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha menaikkan target penerimaan pajak dari tahun ke tahun, agar program-program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan
      Wajib pajak harus memahami undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah mengenai pengenaan pajak serta segala hukumnya. Sehingga apabila terjadi ketidakwajaran atas pengenaan tarif pada pajak perusahaan wajib pajak dapat menolak dan membetulkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu pemahaman tentang perpajakan juga perlu wajib pajak kuasai, sehingga dapat diaplikasikan ilmu tersebut dalam mengelola perusahaan.
      Pemilihan bentuk usaha juga perlu diperhatikan apabila wajib pajak akan meluaskan perusahaannya. Seperti yang kita tahu, pengenaan tarif pajak badan berbeda di tiap-tiap bentuk usahanya. Bentuk usaha dapet terdiri dari bentuk usaha perorangan maupun bentuk badan. Dimana bentuk perseorangan adalah bentuk badan usaha yang didirkan oleh seseorang tanpa melibatkan partner dalam kegiatan usahanya. Sedangkan, bentuk usaha badan adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh lebih dari satu orang yang memiliki hubungan yang sama, dengan disaksikan oleh notaris atau lembaga terkait.
1.2. Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu sebagai berikut :
1)      Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan badan ?
2)      Apa yang dimaksud dengan koreksi fiskal ?
3)      Bagaimana perhitungan dan mekanisme PPN dan PPnBM ?
4)      Apa yang dimaksud dengan PBB ?
5)      Bagaimana cara menghitung PBB ?
6)      Apa yang dimaksud dengan Bea Meterai ?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pajak Penghasilan Badan
2.1.2. Perhitungan penghasilan bruto
      Wajib Pajak Badan mempunyai kewajiban untuk menghitung jumlah Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Menurut UU No. 7 Tahun 1983 sttdd UU No. 36 Tahun 2008 ( UU PPh ), Pajak Penghasilan yang terutang ada yang dihitung berdasarkan jumlah bruto dan jumlah penghasilan neto.
·         Tarif PPh Badan Mulai Tahun 2009
-       Tariff Umum PPh Badan
      Pasal 17 ayat 1 huruf b dan pasal 17 ayat 2a UU PPh menyebutkan tariff Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tahun 2009 sebesar 28% dan menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
-          Pengurangan Tarif
      Pasal 31E UU PPh menyebutkan Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 ( lima puluh milyar 0 mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 ( empat miliar delapan ratus juta rupiah ).
      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. 66/PJ/2010 menegaskan jumlah bruto tersebut meliputi penghasilan final, non final dan bukan objek pajak. Ketentuan pasal 31e UU PPh bukan bersifat pilihan, namun wajib diterapkan bagi Wajib Pajak dalam negeri yang memenuhi syarat yang ditentukan.
-          Perhitungan Penghasilan Bruto
*      Contoh 1 :
      Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesarRp500.000.000,00.
      Penghitungan pajak yang terutang :
·         Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
·         Pajak Penghasilan yang terutang: 50% x 28% x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
*      Contoh 2 :
      Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00.
      Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
a)      Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
b)      Pajak Penghasilan yang terutang:
= (50%x 28% x Rp480.000.000,00) + ( 28% x Rp2.520.000.000,00)
= Rp 67.200.000,00 + Rp 705.600.000,00
= Rp 772.800.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp772.800.000,00.
2.2. Koreksi Fiskal
      Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
      Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
2.3. Pengantar dan Perhitungan PPN dan PPn.bm
2.3.1 mekanisme ppn dan ppn-bm
*      Mekanisme PPN
      a. Sistem Tarif Tunggal untuk PPN
Indonesia menganut system tariff tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10%.
b. Dasar Hukum PPN
Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah :
1) UU No. 8/ 1983 berikut revisinya yaitu UU No. 11/1994;
2) UU No. 18/2000. Barang tidak kena PPN. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
c. Mekanisme Pemungutan PPN
      Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, istilah pajak keluaran dan pajak masukan.
      Pajak keluaran adalah adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjusl produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh atau membuat produknya.
*      Mekanisme PPnBM
      Mekanisme PPnBM diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN, yang secara garis besar adalah sebagai berikut :
1) atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.
2) PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pada waktu menyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan.
3) PPnBM tidak dapat dikreditkan, baik terhadap PPN maupun terhadap PPnBM.
4) Tarif PPnBM yang berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10% sampai dengan 35% dengan UU No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50% dan dengan UIJ No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75%.
5) atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu pemerolehan BKP yang tergolong mewah yabg diekspor tersebut.(Hartati, Neneng, S.E., 2015)
2.3.2. Subjek dan objek ppn
      Objek Pajak PPN Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPN, dapat dibagi serta diklasifikasikan menjadi berikut ini :
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
  2. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
  3. Import Barang Kena Pajak (BKP)
  4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
  5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
  6. Eksport BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
  7. Eksport BKP tidak berwujud oleh PKP
  8. Eksport JKP oleh PKP
  9. PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur oleh Peraturan Mentri Keuangan (PMK)
  10. PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan oleh PKP. Kecuali atas penyerahan aktiva yang PM-nya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf (b) dan (c)
      Adapun Subjek PPN berdasarkan Objek tersebut diatas adalah :
  1. Pengusaha ( Ps 3a ayat 1 )
  2. Pengusaha ( Ps 3a ayat 1 )
  3. Siapapun yang melakukan import
  4. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan ( Ps 3a ayat 3 )
  5. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan ( Ps 3a ayat 3 )
  6. PKP ( Ps 3a ayat 1 )
  7. PKP ( Ps 3a ayat 1 )
  8. PKP ( Ps 3a ayat 1 )
  9. Siapapun ( OP / Badan ) dengan syarat yg diatur lebih lanjut oleh Peraturan Mentri Keuangan (Ps 16c)
  10. PKP ( Ps 16d )
2.3.3. Cara Menghitung PPN dan ppn.BM
      Cara Umum Menghitung PPN Yang Harus Dipungut

PPN

DPP

TARIF 10%
      PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff PPN dan DDP yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau nilai lain.
                                 X                                 =                                      
1. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
PPN = 10% x Rp5.000.000,00
= Rp500.000,00
PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00
= Rp1.000.000,00
2. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
PPN = 10% x Rp50.000.000,00
= Rp5.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00
= Rp17.500.000,00
      PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
2.3.4. Faktur pajak
      Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UU PPN, definisi faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh DJBC. Berdasarkan definisi tersebut ada dua pihak yang membuat faktur pajak, yait PKP untuk penyerahan dalam negeri atas BKP atau JKP dan DJBC dalam hal impor BKP. Demikian juga supaya PKP dapt mengkreditkan ( mengurangkan ) PPN yang telah dipungut pada saat dilakukan perolehan BKP atau JKP, dukungan data yang daapt diterima adalah Faktur Pajak.
Ciri-ciri faktur pajak standar, yaitu :
a. diisi dengan data yang tidak benar
Pengisian data yang tidak benar dapat berupa NPWP salah, nomor seri faktur pajak yang tidak benar. Data yang tidak benar juga bisa karena kesalahan penulisan nama pembeli atau nama perusahaan yang tercantum dalam faktur pajak.
b. diisi tidak lengkap
Pengisian faktur pajak standar tidak lengkap karena ada kolom atau baris yang ternyata tidak diisi kecuali kolom “PPnBM” yang disediakan untuk diisi oleh pabrikan atau importer Barang Kena Pajak ( BKP ) yang tergolong mewah.
c. Pengisian atau pembetulan
Pengisian atau pembetulan dilakukan dengan cara yang tidak benar.
d. Faktur pajak dibuat melampaui batas waktu
Faktur pajak dibuat melampaui batas waktu yang telah ditentukan.
e. Faktur pajak dibuat oelh pengusaha
Faktur pajak dibuat oleh pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak ( PKP ).
2.4. Pajak Bumi dan Bangunan
2.4.1. Pengertian pbb
      Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1994, Pajan Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek tidak ikut menetukan besarnua pajak.
2.4.2. Obyek dan subyek pbb
1. Objek PBB
·      Objek PBB adalah "Bumi dan atau bangunan”.
·      Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah perlu diperhatikan factor-faktor sebagai berikut :
a)      Letak;
b)      Peruntukan ; dan
c)      Pemanfaatan.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan perlu diperhatikan factor-faktor sebagai berikut :
a)      Bahan yang digunakan;
b)      Rekayasa;
c)      Letak; dan
d)     Kondisi lingkungan dll.
2. Subjek Pajak
·      Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nayta mempunyai ha katas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
2.4.3. Dasar pengenaan dan cara menghitung pbb
      Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak ( NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
2.4.4. Tarif pbb
      Tarif PBB berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU No.12 Tahun 1994 adalah tetap sebesar 0.5%. Sedangkan menurut ketentuan UU No.28 Tahun 2009 tidak mengenal istilah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) tariff dikenakan serendah-rendahnya 0.01% dan setinggi- tingginya 0.3%. Untuk itu, UU No.28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam rumus penghitungan PBB menggunakan UU No. 12 Tahun1994 sebesar tariff persentase X NJKP.
a. jika NJKP = 40% X ( NJOP – NJOPTKP ) maka besarnya PBB
 = 0.5% X 40% X ( NJOP – NJOPTKP )
= 0.2% x ( NJOP – NJ.
OPTKP )
B. jika NJKP = 20% X ( NJOP – NJOPTKP ) maka besarnya PBB
= 0.5% X 20% X ( NJOP – NJOPTKP )
= 0.1% X ( NJOP – NJOPTKP )
2.4.5. Spop. Sppt, dan stp/skp
a)      Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP )
      Adalah sarana bagi WP untuk mendaftarkan objek pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PP yang terutang.
b)      Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT )
      Adalah Surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengenai pajak terutang yang harus dibayar dalam 1 tahun pajak.
c)      Surat Tagihan Pajak
      Adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor pelayanan PBB untuk melakukan tagihan pajak terutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT ) atau Surat Ketetapan Pajak ( SKP ).(Hidayat & Purwana ES, 2017)
2.4.6. Keberatan dan banding
      Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas pengenaan Pajak bumi dan Bangunan dengan alasan :
1)      WP merasa SPPT/SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, mengenai :
·         luas objek pajak
·         Klasifikasi objek pajak
·         Penetapan/pengenaan
2)      Perbedaan penafsiran undang-undang antara WP dan Fiskus, antara lain :
·         penetapan subjek pajak sebagai wajib pajak
·         objek pajak yang seharusnya tidak dikenakan PBB
·         penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Standar Investasi Tanaman (SIT), Run of Mine (ROM), Free On Board (FOB), Fre On Rail (FOR)
·         penentuan saat pajak terutang
·         tanggal jatuh tempo
2.5. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
2.5.1. Cara penghitungan pajak pbb
      Dasar Pengenaan Pajak adalah NJOP. NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP Pengganti.
*      Contoh 1 :
      Berdasarkan data diketahui bahwa NJOP suatu objek pajak Rp 200.000.000. sedangkan batas NJOPTKP sebesar Rp 10.000.000. Berapakah pajak PBB ?
NJOP : Rp 2000.000.000 – Rp 10.000.000 = Rp190.000.000
NJKP : 20% X Rp 190.000.000                  = Rp 38.000.000
PBB  : 0.5% X Rp 38.000.000                    = Rp 190.000
*      Contoh 2 :
      Pak Andri memiliki rumah seluas 100 meter persegi yang berdiri diatas sebidang tanah seluas 200 meter persegi. Diketahui harga bangunan tersebut adlaah Rp 500.000 sedangkan harga tanah tersebut adalah Rp 1.000.000. sedangkan NJOPTKP daerah tersebut sebesar Rp 10.000.000. berapakah PBB yang haus dibayarkan oleh Pak Andri  ?
Bangunan : 100 X Rp 500.000=                                 Rp  50.000.000                      
Tanah : 200 X Rp 1.000.000=                                                Rp 200.000.000  +
Nilai Jual Objek Pajak                                     Rp 250.000.000
NJOPTKP                                                                   Rp  (10.000.000)
Nilai Jual Kena Pajak ( NJKP )                                   Rp 240.000.000
Nilai Jual Kena Pajak 20% X Rp 240.000.000           Rp 48.000.000
PBB : 0.5% X Rp 48.000.000 = Rp 240.000
*      Contoh 3 :
      Objek perumahan :
*   Luas bumi 1000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 nilai jual tanah tersebut termasuk kelas A 17 dengan nilai A jual Rp 802.000 / m2
*   Luas bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00 / m2. Penghitungan PBBnya :
Jumlah NJOP bumi 1.000 X Rp 802.000                  =Rp 802.000.000
Jumlah NJOP Bangunan 400 X Rp 968.000             =Rp 387.200.000  +
NJOP sebagai dasar pengenaan                                 =Rp 1.189.200.000
NJOPTKP                                                                 =Rp    12.000.000  -
NJOP untuk penghitungan PBB                               =Rp 1.177.200.000
NJKP: 40% X Rp 1.177.2000                                   =Rp 470.880.000
PBB yang terutang
0.5% X Rp 470.480.000 = Rp 2.354.400
2.6. Bea Meterai
2.6.1. Dasar hukum
      Dasar hukum pengenaan bea meterai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 atau disebut juga undang-undang bea meterai. Undang-undang ini berlaku sejak 1 Januari 1986. Undang-undang ini mengatur pelaksanaan bea meterai. Hal ini diperkuat dengan Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah.




BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah pembayaran yang dilakukan rakyat dan merupakan sumber dana untuk pembangunan. Dalam penetapan besaran tariff pajak harus sesuai dengan undang-undang. Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan asas yang digunakan pun beraneka ragam.


DAFTAR PUSTAKA

Hartati, Neneng, S.E., M. M. (2015). Pengantar Perpajakan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Hidayat, N., & Purwana ES, D. (2017). PERPAJAKAN : Teori & Praktek. Jakarta.
Ilyas, D. Wi., & Suhartono, R. (2013). Perpajakan : Pembahasan Lengkap Berdasarkan Perundang-Undangan dan Aturan Pelaksanaan Terbaru (2nd ed.). Jakarta: Mitra Wacana Media.
Priantara, Diaz, AK., SE,. M.SI., BKP., CICA., CPA., CRMA, C. (2013). Perpajakan Indonesia ( Pembahasan Lengkap & Terkini Disertai CD Pratikum ). (M. Nazir, Nazmel Drs. Ak, Ed.) (Edisi 2 Re). Jakarta.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERTAS KERJA PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN KINERJA (AUDIT PERFORMANCE)

PERPAJAKAN